Photobucket
Tampilkan postingan dengan label Uneg - Uneg. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Uneg - Uneg. Tampilkan semua postingan

Minggu

Aku adalah Binatang Jalang

 
Saat paling berat adalah saat kita melakukan pengakuan dosa dan tidak pernah bisa memperbaikinya
 
Manuisa.. Manuisa. Memang makluk sok dan tak tau diri, gunung yang lebih besar darimu, malaikat yang lebih suci darimu tak mau memikul amanah sebagai khalifah, tapi dengan percaya dirimu kau menyanggupinya. ah entahlah, mungkin berawal dari sini aku mulai, rasa sok, perasaan yang besar terhinggap dalam diriku, tak tau bagaimana dengan kalian?

Merasa tersakiti ketika diriku dihina, dicaci dan dijelek-jelekan tanpa pernah berfikir memang yang dijelek-jelekan itu adalah kenyataan diriku, tanpa pernah berfikir bagaimana nasib orang, perasaan orang yang telah aku sakiti hatinya, aku dholimi perasaannya, aku hianati kepercayaannya, aku ludahi kebanggaannya, aku perkosa hak miliknya. Apa yang aku pikirkan selama ini hanya perasaanku sendiri tanpa melihat perasaan saudara-saudaraku yang lain, Bullshit ngomong tentang harga diri, apa aku masih punya harga diri, rasa-rasanya tidak atau mungkin aku terlalu mendramitisir perasaan ini, TIDAK. memang rasa-rasanya tidak punya harga diri.

Harga diri hanya ada bagi manusia, apa aku masih bisa disebut manusia? dengan tabiatku seperti binantang ini, korupsi disegala hal, korupsi amanah, korupsi duwit dan korupsi semuanya, orang sering melambangkan kalau koruptor itu seperti tikus. Bagiku tak tepat. Sifat tikus itu memang suka mencuri, tetapi dia tak hidup di dalam habitat kita. Ia di luar. Padahal koruptor hidup di tengah-tengah kita, kalau misal koruptor dinisbahkan dengan kucing. sama sekali  tak cocok kalau kucing. Sifat kucing memang  mau mencuri tetapi imege-nya kucing masih bagus, binatang lembut, peliharaan, kalau sudah diberi makan tidak lagi mencuri. Padahal koruptor sudah dikasih kepercayaan (makan), persabatan (tunjangan/fasilitas) masih saja mencuri. Mencuri semuanya, mencuri amanah, mencuri agama, dan paling besar mencuri Tuhan. Jika diibaratkan anjing tidak cocok juga. Anjing itu memiliki sifat setia pada manusia. Itu kelebihan anjing. Anjing tidak mau mencuri, karena ia setia. Bagaimana dengan diriku yang seorang koruptor apa sebutannya? 
Berarti aku manusia yang lebih tercela dari Anjing, jadi Anjing saja tidak lulus, tidak bisa setia. Berarti juga koruptor itu lebih rendah derajatnya dari Anjing. Benar  kiranya jika ku sebut diriku binatang jalang.

Setiap melakukan kesalahan, tak mau mengaku salah. Semua alasan dipakai hanya agar diriku tak dianggap salah, meski harus melakukan kebohongan-kobohongan yang berbalut dengan kebaikan, apa artinya memeluk agama kalau sudah begini, hanya ingin memeluk surga tanpa mau melakukan amalan surga, Munafik, ya memang aku benar-benar munafik, setiap harinya ingkar janji. Mending jadi orang kafir, tak usah mengabdi sama Tuhan, jadi dosanya tak banyak. Dari pada tiap hari janjinya tak dijalankan, dosanya berlipat-lipat. Sholat tiap hari, tapi ingkar janji terus. Kalau sudah diketahui buruknya sama orang, siap-siap  pake peci, pake jilbab alias melkukan PEMBENARAN DIRI. Ciri munafik. Munafik itu menunda pertolongan Tuhan. Mending kafir dari pada munafik. Munafik itu double mengkhianati Tuhan. Semua hanya berisi pembenaran, pembernaran dari segala kesalahan-kesalahan diri kita sediri agar orang masih menghormati kita. Gila Hormat, itu aku.

Oh rasa-rasanya segala konsep menjadi malaikat sudah ada di otakku, tapi masih tetap saja melakukan kemunafikan-kemunafikan ini, sepertinya ribuan iblis memang bersarang didalam tubuhku, sudah membangun istana kokoh yang tak bisa dihancurkan dari luar kecuali dari dalam diri sendiri, Aku tau itu semua, mengapa masih seperti ini? melakukan dosa, dosa, dosa dan dosa. Tuhan, ijinkan aku mengamalkan semua konsep di otakku ini, beri aku kekuatan ini. Mungkin memang perlu terus berjalan dan berjalan sampai suatu saat tiba waktunya istana iblis didalam diriku berubah menjadi istana malaikat yang mampu menaungi sekelilingku, ah rasa-rasanya ini terlalu muluk-muluk, harapan kosong, tapi bukankah dari harapan itulah timbul sebuah kenyataan? berusaha, berusaha dan terus berusaha sebagai setoran nyata mewujudkan harapan itu.

Tuhan, apa kau marah dengan makluk-Mu ini, rasa-rasanya memang memang kau pantas marah tapi kau adalah Tuhan, kau punya keluasan maaf atas segala kesalahan hamba-hambamu, tidak, kau tetap pantas marah karena bertumpuk, menggunung, mensamudranya dosaku kepada saudara-saudaraku. Tak taulah, aku hanya bisa ber-husnudhon kepadamu Tuhan.

BACA SELENGKAPNYA - Aku adalah Binatang Jalang

Senin

Orde Baru Muncul Kembali



Di pinggir pembatas warna biru, terjejer gerobak-gerobak kecil jajanan khas pengganjal lapar. Dibalik fajar menyingsing, saya sempatkan singgah, barang sejenak melakukan sholat ashar di Masjid Manarul Ilmi. Rasa lapar yang memuncak membuat saya melirik gerobak kecil jajanan sebagai pengganjal makan malam, entah dari mana datangnya, terdengar suara nyaring tiupan peluit bak seorang opsir memberikan tanda baris berbaris kepada prajurit.

"Prit..Priiit..Priiiiiiiiiiit " Suara tuipan nyaring sosok seragam biru tua dengan kendaran motornya.

Tanpa tau apa maksut dari seruan peluit si bapak seragam itu, saya coba acuhkan tanda  nyaring peluit, mencoba melirik kembali hasrat berburu jajanan pentol dan segelas minuman es cincau.

"Pak beli es satu pak, minum sini ", kataku kepada bapak penjual es cincau
Terasa kurang afdhol jika saya tidak melirik gerobak sebelah yang berisi tumpukan-tumpuhkan pentol menggairahkan lidah dan sedikit mengisis lambung perut.
"Pak beli pentol pak" kataku kepada bapak penjual pentol
"Maaf mas, wes dikon mire karo Satuan Keamanan Kampus" kata bapak penjual pentol
(Maaf mas, sudah disuruh pergi sama Satuan Keamanan Kampus (SKK) ).

Baru saya sadari ternyata bunyi peluit itu adalah sebuah sinyal pengusiran kepada bapak-bapak penjual jajanan, tanpa mengghiruakn pembeli yang sangat dilanda kelaparan ini, bapak-bapak penjual itu memasang muka ketakutan, bergegas mengayunkan gerobak rodanya. Pak Budi (bukan nama sebenarnya) penjual pentol kurus, tinggi, memakai topi dan sandal jepit swallow tampak berbeda raut mukanya, sambil mengayunkan gerobak rodanya, lirih-lirih dengan nada gurauan berseloroh, " hayoo..hayoo..hayoo".

Pak Karto (bukan nama sebenarnya) SKK lari ke arah pak Budi dengan muka merah padam, seakan hendak bertemu penjajah yang merampas semua kekayaan harta bendanya. Sambil menarik keras kaos oblong pak Budi, dia berkata "Ngomong opo kowe, he ?" (Bicara apa kamu, he?) dengan menginjak-nginjakan kakinya di atas kaki tipis pak Budi.

" Ora pak, aku cumak ngomong hayo hayo tok, sumpah pak ! " (Tidak pak, saya cuma bicara hayo hayo, sumpah pak) kata pak Budi dengan muka tenang agak bercanda.
"Kowe ngentengno aku, dikandani bolak-balik ojo dodolan nang kene kok ndablek" (Kamu menyepelehkan saya, dibilangi terus-menerus jangan jualan diarea ini kok ngeyel) dengan muka semakin marah, dan semakin keras kakinya menginjak kaki tipis pak Budi.

Begitulah kira-kira adegan drama nyata tadi sore di Kampus Perjuangan, perasaan miris dan kesal saat itu melihat drama tersebut, entah karena akhir-akhir ini saya baca buku pergerakan dan revolusi yang mempunyai garis linear terhadap kesewenang-wenangan penguasa kepada kaum buruh, wong cilik atau karena tidak sempat menikmati jajanan pengganjal perut lapar itu, saya tidak tau. Yang jelas, apa yang pernah kita lihat, kita dengar tentang rezim diktator yang pernah memimpin Indonesia dalam kurun waktu 32 tahun itu serasa kembali lagi, sebuah rezim yang sering disebut orang sebagai Orde Baru.

Sebuah rezim yang ditandai dengan kesewenang-wenangan penguasa dalam memimpin, dengan segala cara, penguasa membungkam mulut para penentangnya. Hilang atau mati, adalah pilihan saat itu pagi para penentang. Salah satu yang krusial dalam pandangan politik kekuasaan Orde Baru adalah kehadiran aktor politik, yakni mantan Presiden Soeharto. Dalam pandangannya, Soeharto, sebagai politisi yang mempunyai otonomi mutlak, yang merupakan pelaku utama transformasi kesewenang-wenangan, model pemerintahan yang bersifat pribadi kepada yang lebih terinstitusionalisasikan. Sampai tingkat tertentu, indikator dari institusional ini adalah dominannya peran Soeharto. Hal ini berkorelasi dengan drama tadi sore, sebuah simbol kekuasaan yang dilakonkan oleh pak Karto, SKK dan simbol kemalaratan, kepasrahan wong cilik yang dilakonkan oleh pak Budi, penjual pentol keliling sungguh menjadi drama nyata yang miris dilihat. Entah siapa yang benar dan salah, saya tidak punya kuasa menilai hal itu.

Yang jelas kita sudah mempunyai pengalaman pahit selama 32 tahun itu, seharusnya seorang yang mempunyai kuasa melihat hal tersebut. Pak SKK melihat dari sudut pandang penyelamatan ketertiban kampus dengan pengendalian tata kelola lingkungan kampus, sedangkan pak penjual pentol hanya wong cilik, tidak mampu melihat tata kelola lingkungan yang dia tahu hanya bangaimana menempatkan gerobaknya ditempat strategis dengan harapan surplus konsumen sebesar-besarnya. Tapi yang harus menjadi garis bawah adalah tindakan penguasa dalam penyadaran wong cilik. bagaimanapun kekerasan bukan jalan yang terbaik, kita bukan berada pada sistem Marxis yang sebagaian besar kasus, satu-satunya cara untuk mendirikan sistem yang baik adalah melalui revolusi kekerasan. Tapi kita berada pada sisitem Republik yang mengedepankan asas demokratis -- apa saja bisa diomongkan atau dirundingkan dengan damai. 


Merumuskan sistem kelola yang ideal memang bukan sesuatu yang mudah, birokrasi kekuasaan bisa saja diformulasikan secara ideal, denga menyalin teori dan konsep dasar dari para ahli tentang administrasi birokrasi. Mengubah alam pikiran birokratis yang pernah berkembang selama 32 tahun itu memang sulit, sehingga mungkin masih saja membekas dalam pikiran pak Karto ini untuk tidak bisa membebaskan wilayah tata kelolanya dari intervensi kekuasaan, masa transisi yang sudah berlangsung ini masih ditandai oleh struktur birokrasi yang semena-mena. Baiklah, mungkin disini wong cilik memang ndablek -- karena memang sudah seharusnya watak mereka seperti itu, trauma akan sebuah nama "kepatuhan" yang dibalas dengan kesewenang-wenangan. Dan seharusnya para pemegang kuasa tahu akan hal itu. 

Silahkan bagi kalian menilai, yang jelas, disini saya sangat kecewa  karena tidak bisa menimati jajanan yang terlanjur memasuki ruang pengharapan rasa kenyang, dan hal itu yang mengakibatkan saya mulai mengembara kesana-kemari, mengurai benang lurus dari semua yang terjadi termasuk judul Orde Baru Muncul Kembali. Dan sepertinya saya sangat bersyukur akan drama tadi, setidaknya saya sadar, atau pura-pura sadar, bahwa pikiran yang kritis bisa timbul akibat rasa lapar.. ehehe.
BACA SELENGKAPNYA - Orde Baru Muncul Kembali

Selasa

Dunia Pencitraan

Nama baik adalah satu keniscayaan yang didambakan semua orang, dengan status quo ini, manusia ibarat mempunyai seribu wajah malaikat yang siap dipakai dilainan tempat yang berbeda.
Masih ingat dengan lagu lady rocker Indonesia era 80an, Nicky Astria

Dunia ini, panggung sandiwara
Semua mudah berubah
Kisah Mahabarata atau tragedi dari Yunani
Setiap kita dapat satu peranan
Yang harus kita mainkan
Ada peran wajar ada peran berpura pura

Mengapa kita bersandiwara
Mengapa kita bersandiwara
(Pangung Sandiwara_Nicky Astria)

Ya begitulah yang terjadi hampir disetiap jengkal tanah dunia ini, kita bisa melihat hal itu mulai dari jaman feodalistik, jaman kolonial sampai jaman reformasi ini, semua orang tidak bisa terlepas dari pencitraan, yang sebetulnya bisa dibilang hal itu adalah dekadensi jati diri. Reformasi yang sekarang didengung-dengungkan sebagai pencapaian maksimal perjuangan  bangsa Indonesia hanyalah topeng dengan segala lakonnya.

Dengan muara menjadi priyagung (kelas atas) yang dihormati, kalau saya disuruh memilih, saya lebih suka menjadi priyayi (kelas bawah) karena disana terdapat legitimasi jati diri dari seorang manusia, itulah mengapa setiap masa revolusi, terjadi ketika para priyayi sudah muak dengan keadaan yang dilakukan para Priyagung, sebagian besar yang memulai revolusi adalah kaum buruh, sepertihalnya yang terjadi di Moscow, Rusia pada tahun 1917, saat itu pemikir Rusia (lenin) mulai merasakan bahwa ada kesenjangan yang terjadi didalam masyrakat, hukum Marxis berlaku saat itu, menimbulkan ketidakpuasan kaum buruh untuk segera melakukan  rekonstruksi tatanan baru. Upah rendah dengan perkerjaan yang begitu sangat berat hanyalah dinikmati para priyagung saat itu, timbullah gejolak sosial yang mengharuskan perubahan, ingat. Revolusi hanya akan terjadi jika banyak orang tidak kuat terhadap keadaan, namun hal ini tidak bisa digeneralisir bahwa semua priyagung adalah panggal dari masalah, tidak. justru motor penggerak bagi kaum priyayi untuk bergerak adalah priyagung yang sadar akan kesetaraan hak dalam satu bangsa. namun tidak memungkiri, dunia pencitraan banyak terdapat dialam priyagung itu sendiri. 


Saya teringat dengan sosok priyagung Minangkabau yang dijuluki "pahlawan siluman" bangsa Indonesia dalam memotori revolusi, Tan Malaka. Bisa dibilang dia bergerak dari bawah ke atas dengan begitu semangat patriotik yang luar biasa, hampir setiap era dia mengalami masa sukar yang luar biasa, saat jaman koloniar Belanda dia dibuang kesana-kemari, dalam pembuangannya itu dia sering berinteraksi dengan kaum buruh, termasuk di Moskow dia menjadi salah satu anggota Komintern (suatu perkumpulan komunis sedunia yang hanya memiliki beberapa anggota), kemudian di Tiongkok dia kembali dengan pimpinan kaum buruh yang luar biasa hebatnya dalam pemikiran, Dr Sun Yat Sen. seorang revolusioner yang tertembak mati dalam rencana picik bangsa kolonial saat itu, sampai kembali di Indonesia dia masih bergerak dengan kaum buruh, dengan menggunakan nama samaran, tanpa harus merasa menumbuhkan nama baiknya sebagai pahlawan nasional nantinya. Dia seorang priyagung yang mau turun kebawah tanpa memedulikan strata sosial yang terjadi saat itu.

Seharusnya, baik saya sendiri maupun orang lain yang melihat tulisan ini. Sepakat dalam satu hal. yaitu nama baik bukan didapat dari pencitaan yang pragmatis tapi lebih kepada proses perjalan dengan baik dan sesuai dengan norma yang ada. bahkan seorang manuisa agung yang kita kenal, Rosulullah sendiri mengajari kita hal  itu, "Innallaha la yanzhuru ila shuwarikum walakinnallaha yanzhuru ila qulubikum" (Sesungguhnya Allah tidak memperhatikan bentuk-bentuk luar kamu, yang Allah perhatikan adalah hati kamu).


Baik, aku kira tulisan ini cukup serius, bukan gayaku sebetulnya menulis dengan gaya serius seperti ini, tapi terkadang harus ada penekanan dalam sebuah tulisan yang kita harus buat. dan kembali lagi kita bisa mulai aktifitas kita tanpa pencitraan yang dibuat-buat, bukan manusia yang membuat kita bisa memperolah sederetan nama baik, tapi Tuhanlah Ya Muqolibal qulub, yang sanggung menggerakkan hati manuisa untuk menghaormati bahkan menghinakan kita. Dunia tanpa kepura-puraan akan begitu menyenangkan


BACA SELENGKAPNYA - Dunia Pencitraan

Rokok Intro Vs Mutan karet

 
 
 
Rokok !!!
Batang yang asyik buat glintiran jari tangan ini memang selalu menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum laki-laki, apalagi dengan ditemani aroma suduhan khas kopi, cocok gak mbuak, tapi hal ini sering menjadi sesuatu yang tabu bagi kaum hawa, mungkin pasalnya rokok memang identik dengan hal urakan, premanisme atau apalah yang berbau-bau kotor, tidak ada masalah jika berpikiran seperti itu, wong jenenge munongso kok, ngekek i pendapat iku lumlah lah, tapi ya jangan kasar-kasar kalau ngasih pendapat, ikikikiki.

Sebentar- sebentar bilang haram, saitik-itik bilang musrik,kafir, memang agama iku wek e mbahmu opo, sudah berani menilai kafir orang itu. termasuk dalam hal rokok, fatwa haram dikeluarkan tentang rokok, alasan yang paling kuat karena membahayakan jiwa, dan anehnya "fatwa" itu sudah bisa dijadikan sebuah tandingan legitimasi hukum alias hujjah yang setara dengan Al-qur'an maupun Hadist sendiri, sampai dengan alasan fatwa orang mudah menilai para perokok sebagai orang-orang yang harus dijauhi, rempong deh,  kalau alasannya membahayakan jiwa, sekalian saja tinju, sepakbola, terjun payung, naek gunung, TNI, Polisi, dan semua hal yang membahayan di haramkan, sudah selesai. titik gak pake koma.

ah malas ah bahas yang beginian, mending curhat saja. ahaha
Beruntung aku punya keluarga yang sangat-sangat pengertian, jauh dari penilaian buta. saat ada di rumah, aku nulis-nulis gak jelas sambil nyedot rokok intro, eh gak taunya ada sesosok pria besar seperti halnya bimasena dalam pandawa berkata dengan suara menyeramkan " wong enom kok rokok ane intro, yow gak mbois", ternyata sosok itu adalah bapakku. "aku lho dikek i intro sak pres emoh", kata bapakku lagi.
tanpa membantah atau mimpali kata, aku cuma bisa tersenyum, aku dulu memang pernah berhenti merokok selama hampir kurang lebih empat tahunan, tapi sekarang kembali lagi, seakan-akan batang itu merindukanku, aku tidak ingin menjadi orang yang menyesal dikemudian hari karena mengabaikan kata hatiku, hatiku berkata hisap rokok ya aku hisap, memang benar rokok intro yang satu ini terkenal gatal ditenggorokan, tapi aku suka baunya yang harum itu. 

" yow nak aku yow, mending ngemut mutan karet daripada rokok", kata sosok perempuan dibalik dapur rumah, ternyata diam-diam sosok perempuan itu mendengarkan pembicaraan antara aku dan bapakku, sosok itu adalah ibuku. disini ibuku menunjukkan toleransinya sebagai manusia, meski setuju dengan slogan " NO SMOKING FOR MY HUSBAND" tapi dia betah juga hidup berdampingan dengan bapakku yang perokok dan aku juga. ibu sepenuhnya menyadari kalau laki-laki memang susah dipasahkan dari rokok, tanpa menyinggung perokok, ibu dengan manisnya mengola kata-kata dengan solusi alternatif menghilangkan rokok dengan makan permen karet ( memangnya Lupus disuruh makan permen karet), sejak saat itu antara bapak dan aku tidak pernah merokok jika ada ibuku, bukan karena takut tapi lebih menjaga perasaan saja, mending merokok di kawasan perokok saja. 

Dari sini mungkin kita bisa ambil hikmah, setiap orang mungkin tidak bisa kita sama ratakan pemahamannya dengan kita, dari jaman adam sampai kiamat juga, aku yakin perbedaan akan selalu ada, karena dengan perbedaan itu kita bisa berfikir, bukankah ayat al-qur'an tentang anjuran berfikir juga sama banyaknya dengan anjuran berdzikir( lha yang ini, aku denger dari ceramah, silahkan dikroscek sendiri). biarlah perbedaan itu tetap ada, karena dengan perbedaan, khazanah ilmu akan terbuka dengan lebar. 

Di akhir curhat ini aku kutip kisah menarik dari salafus saleh terdahulu tentang menyingkapi perbedaan.

Umar ibn Abdul Aziz berkumpul bersama Al-Qosyim ibn Muhammad, mereka berkumpul untuk mendiskusikan hadist, Umar selalu memabawakan sesuatu yang bertentangan dengan Al-qosim sehingga Al-qosim merasa tak enak,  melihat itu Umar berkata kepadanya " Janganlah risau karena ikhtilaf mereka  itu bagiku anugrah besar", dan setelah itu Al-qosim mencerikan apa yang dikatakn Umar kepada anaknya, Abdurrahman, ia membenarkan perkataan Umar itu dan memujinya, setelah itu diriwayatkan kisah ini oleh ibn Abdil Barr dan berkata " aku takjub dengan ucapan Umar bin Abdul Aziz, ia berkata "Aku tidak suka jika sekiranya sahabat-sahabat rosulullah tidak berikhtilaf, sekiranya mereka membawa satu pendapat saja, manusia pasti berada didalam kesulitan".

BACA SELENGKAPNYA - Rokok Intro Vs Mutan karet

Jumat

Indonesiaku Hampir Lulus




Indonesia adalah bangsa besar. Tanda kebesarannya antara lain adalah lapang jiwanya, sangat suka mengalah, tidak lapar kemenangan dan keunggulan atas bangsa lain, serta tidak tega melihat masyarakat lain kalah tingkat kegembiraannya dibanding dirinya.


Keluasan territorial dan kesuburan bumi maupun lautan, kekayaan perut bumi, tambang-tambang karun, keunggulan bakat manusia-manusia Indonesia, pelajar-pelajar kelas Olimpiade, kenekadan hidup tanpa managemen, ideologi bonek, jumlah penduduk, kegilaan genetic dan antropologisnya, dan berbagai macam kekayaan lain yang dimiliki oleh “penggalan sorga” yang bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia — sungguh-sungguh merupakan potensialitas yang tak tertandingi oleh Negara dan bangsa manapun di muka bumi.

Tetapi, sekali lagi, kita adalah bangsa yang lembut hati dan jauh dari watak Raja Tega. Kekayaan-kekayaan itu kita persilahkan dikenduri oleh industri multinasional dan orang-orang serakah: emas rojo brono diangkuti tiap hari ke mancanegara. Dan itu bukan kekalahan, itu adalah kebesaran jiwa. Kita bangsa yang kaya raya karena amat sangat disayang Tuhan, sehingga kita pesta shadaqah dan infaq. Rakyat kebanyakan ikhlas menderita karena memilih sorga, dan toleran kepada sejumlah minoritas yang memang memilih neraka. Itu terkadang rakyat ikut rakus sedikit-sedikit, dengan pertimbangan tak enak atau pekewuh kalau kita dari dunia langsung masuk sorga tanpa menengok saudara-saudara kita yang di neraka. Tak baik-lah itu. Apa salahnya kita mampir juga beberapa saat di neraka, ngerumpi dengan handai tolan di sana .

Bangsa kita adalah bangsa filosof. Kalau Presiden kita kontrakan dan Belanda atau terserah negeri maju manapun kita persilahkan memimpin, itu tidak berarti kita berada di bawah mereka. Dalam teori demokrasi, rakyat selalu tertinggi, Presiden dan Kabinet hanya orang yang kita upah dan harus taat kepada kita. Jadi sesungguhnya bangsa Indonesia tetap di atas. Sebagaimana seorang Imam shalat diangkat oleh makmumnya, Imam pada hakekatnya harus taat kepada makmum. Yang memilih ditaati oleh yang dipilih. Apalagi yang dipilih itu digaji. Makmum yang memilih Imam, tidak ada Imam memilih makmum.

Sejak 200 tahun yang lalu kekuatan bangsa Indonesia membuat dunia miris. Maka perlahan-perlahan, terdisain atau tak sengaja, terdapat semacam perjanjian tak tertulis di kalangan kepemimpinan dunia di berbagai bidang: Jangan sampai Indonesia menjadi bangsa yang besar, jangan sampai Negara Indonesia menjadi Negara yang maju. Sebab potensi alam dan manusia tak bisa dilawan oleh siapapun. Kalau diberi peluang, masyarakat Setan dan Iblispun kalah unggul dibanding ummat manusia Indonesia. Sedangkan orang Indonesia hidup iseng dan sambilan saja dalam melakukan apapun: setan-setan sudah semakin terpinggirkan dan kehilangan pekerjaan.

Dan kitapun sangat supportif kepada kehendak dunia untuk mengkerdilkan bangsa kita. Kita membantu sepenuh hati upaya-upaya untuk mengerkerdilkan diri kita sendiri. Sehari-hari, dalam pergaulan maupun dalam urusan-urusan konstelatif stuktural, kita sangat rajin menghancurkan siapapun saja yang menunjukkan perilaku menuju kemungkinan mencapai kebesaran dan kemajuan bangsa Indonesia. Setiap orang unggul tak kita akui keunggulannya. Setiap orang hebat kita cari buruknya. Setiap orang berbakat kita kipasi agar bekerja di luar negeri. Setiap orang baik takkan pernah kita percaya. Setiap orang tulus kita siksa dengan kecurigaan. Setiap orang ikhlas kita bantai dengan fitnah. Setiap akan muncul pemimpin sejati harus sesegera mungkin kita bikin ranjau untuk menjebak dan menghancurkannya.

Kita benar-benar sudah hampir lulus menjadi bangsa yang besar. Dan puncak kebesaran kita adalah kesediaan kita untuk menjadi kerdil.
BACA SELENGKAPNYA - Indonesiaku Hampir Lulus

Rabu

Dan berkatalah Al-Qur'an

        Perkenalkan pembaca, namaku Al-Quran. Anda pasti sudah kenal saya, secara langsung maupun tidak langsung. Saya mewarnai dunia ini sejak abad ke 7 sampai sekarang ini, dikumandangkan di seluruh pelosok dunia. Dikenal dari kolong jembatan Jakarta sampai istana raja Arabia di pegunungan Alpen. Dari Bronx di megapolitan Rio de Janeiro sampai kantor -kantor elit di Silicon Valley. Dari syukuran kelahiran sampai berkabung atas kematian.  Aku praktis ada dimana-dimana pembaca, setiap detik jutaan orang membacaku. Aku adalah salah satu dari jutaan saudaraku yang menyebar di seluruh dunia.

Minggu yang lalu aku disumbangkan oleh seorang anggota DPR di perpustakaan daerah. Jadi selama seminggu ini aku mendapatkan rumah baru, aku beruntung sekali, di tempat baru ini temanku jadi banyak. Di tempat yang lama, aku cuma dipajang saja, tidak pernah dibaca. Dulu aku dijadikan mahar perkawinan anggota DPR itu dengan istri pertamanya, setelah dia bercerai karena istrinya pertamanya tidak mau dimadu, aku diserahkan ke perpustakaan daerah. Aku merasa gembira sekali, serasa lepas dari kubangan gelap, tiap hari dulu aku hanya melihat muka-muka masam, hubungan rumah tangga yg tidak harmonis, penindasan atas hak-hal istri, anak-akan yang tidak terdidik dengan baik. Begitu datang aku langsung disambut oleh penghuni-penghuni lama disini, yang paling tua di
sini dan paling gemuk itu namanya Veda, yang juga cukup tua walau tidak setua Veda ada Tipittaka, ada juga Injil, ada Taurat, ada Upanishad, ada Politica, Ada Republic, ada Divina Comedia, ada Das Kapital, ada banyak sekali teman-temanku disini. Walaupun begitu, aku tidak bisa langsung dekat sama mereka semua, yang paling dekat selama ini masih Injil, yang sedikit lebih tua daripada aku. Aku sering curhat dengannya, dia juga yang selama ini sering melindungiku dari olok-olokan teman-teman dari rak sebelah kiri, terutama Das Kapital yang suka menggangguku. Tapi aku senang di tempat baru ini, aku semakin dewasa, banyak yang kupelajari dari teman-teman baruku. Aku juga mengangkat adik, namanya Aqdas, yang terus terang kuakui kadang lebih dewasa daripada aku.

Di tempat baru ini aku ditempatkan bersama teman-teman dari jenisku, yang akhirnya aku malah sering diskusi dengan mereka semua. Dari diskusi-diskusi itu aku menjadi terbuka akan warna-warninya dunia filsafat, itu baru dari filsafat agama. Lebih beragam lagi kalau aku kadang-kadang mendengarkan percakapan-percakapan dari teman-teman yang berada di rak sebelah kiri. Dari diskusi itu, aku menjadi sering merenung sendiri,

Beberapa hari lalu aku diambil dan dibaca oleh seorang anak kecil, umurnya kira-kira 14 tahunan, pakaiannya kumal, celananya robek disana-sini, kulitnya hitam diliputi debu. Setelah menengok kanan kiri, dia mengambilku dan segera pergi ke meja dan membacaku. Sangat bahagia diriku pembaca sekalian, setelah sekian lama aku hanya dipajang, akhirnya ada juga yang membacaku.
Memang dia kurang lancar membacaku, tapi aku bisa merasakan aura kerinduan yang sangat dari tatap matanya dan desah suaranya saat membacaku. Tapi sayang pembaca, tak berapa lama kemudian petugas perpustakaan mengusirnya, disertai gertakan-gertakan yang memilukan hatiku. Tentunya bagi anak itu lebih memilukan lagi, aku melihat air mata menetes dipipinya. Aku sangat sedih sekali..

Para pembaca, terus terang saja, aku kadang iri sama Injil, Veda, Tipittaka, dan yang lain-lain. Bukannya apa-apa, tapi jelas semua mengakui bahwa mereka adalah ciptaan manusia, jadi kalau salah ya lumrah, lha pancen menungso iku akeh salahe kok. Tapi aku di rumah besar ini adalah satu-satunya yang dianggap produk Tuhan, dianggap sebagai kata-kata Tuhan, jadi kalau aku salah seperti salahnya aku tidak mengharamkan perbudakan, atau salahnya aku melakukan perhitungan
matematika dalam pembagian warisan, berarti yang salah Tuhan dong, karena aku adalah kata-katanya Dia. 

Aku bukan kata-kata Muhammad. Karena Muhammad hanyalah mediumku. Injil memang banyak kesalahan di dalamnya, apalagi yang edisi Latinnya. Tetapi Injil bisa berkilah bahwa memang dia ciptaan manusia, yang membuat adalah murid-murid Yesus. Veda juga bisa selamat dari tuduhan, karena memang dia ciptaan resi-resi, jadi kalau salah ya yang salah resi yang membuatnya. Tipittaka juga begitu, Sidharta kan juga manusia biasa, dia pasti bisa salah. Tapi aku, sekali lagi aku, aku adalah kata-kata Tuhan, sungguh pedih hatiku mengingat itu. Aku telah menghina Tuhan, tuhan segala alam. Aku telah digunakan umat untuk menghina tuhan, mengapakah tuhan yang segala
maha itu hanya mempunyai kata-kata terbaik seperti aku. Bahasaku memang indah, diksi-diksiku memang mumpuni, tapi aku konstekstual, aku ada karena keadaan, aku ada karena Muhammad butuh alat untuk menyadarkan kejahiliahannya umat. Muhammad butuh dogma sebagai alat, karena orang bodoh yang celakanya 99% manusia tergolong dalam golongan orang bodoh ini butuh dogma, butuh simbol, butuh balasan atas yang dilakukannya, butuh ancaman dan butuh hadiah. Muhammad sendiri tidak butuh dogma dan simbol, karena dia manusia sangat pragmatis dan sekaligus futuristik idealis.

Muhammad selalu mengingatkan akan bahaya kebodohan atau kejahiliyahan, karena dia tahu benar akan seperti apa umatnya sepeninggalnya. Waktu dia mau mati, aku ingat benar bahwa dia berkata “ Umatku..umatku…umatku…”, kekhawatiran yang tidak berlebihan jika melihat apa yang terjadi setelah dia meninggal. Yang mengantarkan jenazahnya hanya 5 orang, sedangkan yang lain ribut membicarakan vacuum of power. Umar dengan lantang akan menebas leher siapa saja yang bilang Muhammad meninggal, bibit-bibit kultus yang justru ada di kalangan sahabat-sahabat terdekatnya. Belum kejadian-kejadian memalukan beberapa lama setelah dia meninggal, istrinya Aisyah perang
dengan menantunya Ali bin Abi Thalib, cucunya Hasan dan Husein dipenggal kepalanya oleh orang-orang haus kekuasaan, semua sahabat terdekatnya mati terbunuh karena kecemburuan karena kekuasaan, Hidup lebih dari 14 abad membuatku menjadi saksi bisu kenaifan manusia,
terutama justru kenaifan jutaan pembaca setiaku. Yang sangat membuatku pedih adalah ucapan Muhammad Abduh sewaktu kembali dari perjalanannya ke Eropa, dia lebih melihat Islam di sana daripada di negeri-negeri yang selama ini mengaku sebagai negeri Islam. 

Nilai-nilai persamaan hak lebih dihormati di negeri yang sedikit sekali orang yang bisa membacaku, kesejahteraan rakyat kecil lebih terjamin di negeri-negeri itu, di saat korupsi dan komersialisasi diriku dijadikan propaganda politik oleh orang-orang yang mengaku Islam yang sering hanya demi
kepentingan sesaat semata. Jika hidupku memang ditakdirkan untuk menanggung beban ini, aku akan menjalaninya dengan berat hati. Sebenarnya lebih baik aku tiada atau mati saja, daripada hidup menanggung beban melecehkan tuhan. Daripada tiap detik dikumandangkan di seluruh dunia, tapi substansi nilaiku dibuang di pojok-pojok sejarah, sedangkan nilai-nilai normatifnya saja yang jadi keributan dimana-dimana.

Pembaca sekalian, doakan aku ya, biar Allah menguatkan hatiku menerima perlakuan makhluk-makhluk, menguatkan aku menghadapi penghinaan-penghinaan filosofis ini. Sudahlah, kurasa sudah cukup aku curhat, yang lain sudah pada tertidur. Weda sudah ngorok kudengar, Injil dan yang lain jg sudah tidak terdengar suaranya. Aku ingin tidur, kalau bisa selamanya, agar penderitaanku ini berakhir, penderitaan peradaban yg harus kusandang, oh malang sekali diriku. Terima kasih pembaca, sudah sudi mendengarkan keluh kesahku.
 
BACA SELENGKAPNYA - Dan berkatalah Al-Qur'an

Jumat

Titi Kolo Mongso ...

Oh Nusantaraku .
Dulu waktu Nusantara masih muda, dia adalah surga dunia, ibarat masakan Nusantara ini  capcai semua ada, mulai dari sayur mayur, lauk pauk, bumbu semua komplet, lebih enak daripada tahu tek-tek. Seharusnya Indonesia ini memang jadi Tim Kesebelasan Dunia cuma sekarang ini kan lagi bodoh-bodohnya lagi pekok-pekoknya butuh dupa dan kemeyan memang untuk memanggil arwah Nusantara yang berjaya,  dan aku sangat percaya arwah itu akan kembali suatu saat nanti, Titi Kolo Mongso ( baca,Pada suatu saat nanti)

Aku teringat dengan perkataan bapakku saat memberi wejangan dirumah, "Orang itu pasti dan pasti akan sukses kalau mau tirakat(hidup prihatin) ". Dan memang benar kata bapakku itu, kalau dalam pewayangan untuk menjadi sakti itu cara-cara satu-satunya hanya bertapa (tirakat), bermacam cara memang yang bisa ditempuh delam bertapa itu sendiri. Dewi anjani, Sugriwa dan Subali bertapah dengan cara masing-masing, mereka bertiga di dadar oleh ayahandanya dengan cara bertapa, Dewi Anjani yang disuruh bertapa nyantika (seperti katak) di Telaga dan hasil dari pertapaannya Dewi Anjani mempunyai anak yang sakti mandaraguna, anak yang biasanya dipanggil Anoman, Subali beda lagi disuruh bertapa ngalong (kelelawar) di Hutan dan hasil pertapaannya dia mendapat Ajian Pancasona, ajian yang tidak bisa membuat pemiliknya mati selama masih menyentuh tanah, sedangkan Sugriwa bertapa ngidang ( Kijang). Semua memang butuh ketirakatan kan, Arjuna yang dipermalukan oleh Kurawa sehingga dia lari dan bertapa di gunung Himalaya dan mendapat senjata ampuh dari Dewa yang bernama Panah Pasopati. yang dengan senjatanya Arjuna dapat membunuh Adipati Karna yang terkenal sakti .

Begitupula seperti halnya Indonesia ini, dari dulu sampai sekarang Indonesia ini sudah mengalami masa-masa tirakatnya, kita tentu ingat track record Belanda yang menjajah Indonesia hampir 350 tahun lamanya.
Kita ingat bagaimana Belanda sering melakukan politik adu domba kepada lawan-lawannya, hal ini masih sangat membekas sampai sekarang dimana kita lebih disibukkan dengan perang sesama kita sendiri, bagaimana cepatnya konflik menjalar hanya dengan sedikit disulut provokasi.

Pendidikan yang selama 350 tahun menjajah orang Indonesia hampir tidak pernah diberikan kesempatan untuk sekolah atau menempuh pendidikan lebih tinggi, partai-partai dan organisasi pemuda dikontrol ketat oleh pemerintah kolonial yang ingin agar wilayah jajahannya tidak terdidik agar mudah dikuasai, ya ilmu adalah salah satu senjata yang sangat berbahaya. Setelah asyik bercumbuh dengan bule,Indonesia asyik sekali lagi berjumbu dengan si Mata Sipit namun kontras dengan pendudukan Jepang yang lebih pragmatis hanya sekitar 3 tahun tapi lebih dahsyat dari pada si Bule,memang Jepang ini sangat terkenal dengan tindakan kekerasaannya saat sedang berjumbu mesra. Indonesia yang kaya raya harus bertirakat dalam kekayaannya sendiri, dan yang paling dahsyat tirakatnya adalah saat ini, padahal sudah di depan mata sendiri kekayaan itu tapi kekayaan itu ibarat sebuah ilusi yang hanya bisa dilihat tapi tidak bisa dinikmati, Indonesia yang sekarang sudah dinyatakan merdeka kini harus memulai tirakatnya kembali untuk mengakiri riwayatnya dengan cara MOKSA (kematian yang agung ), kematian yang hanya bisa didapat oleh orang-orang berjiwa satria dan berhati bersih .

Dan dalam tirakatnya ini, sepertinya arwah Nusantara yang Agung akan segera bangun dan bangkit lagi,  setelah masa tirakatnya habis sudah saatnya nanti akan tiba masanya atau biasa disebut orang jawa dengan "Titi kolo mongso,becik ketitik olo ketoro". Semua akan tersingkap dengan jelas mana yang baik dan mana yang buruk, setelah masa bumi gonjang - ganjing ini semua akan terlihat jelas, selama bumi masih gonjang-ganjing semua akan terlihat samar dan salah, niat yang mau ber salaman akan berubah menjadi berciuman karena bumi sudah ganjang- gonjing,niat yang mau menjadi haji yang mabrur malah berbuah menjadi haji yang mabuuur, memang semua terlihat samar -samar sekarang, inilah salah kita semua, seharusnya dalam memilih pemimpin bukan semata karena faktor ibadahnya yang nggetuh tapi karena memang aspek moralitasnya yang bagus, parameter yang salah jika kita memilih pemimpin dengan sholatnya rajin atau tidak?? haji apau belum haji??.


Ibadah/syari'at itu bukan output tapi input kan, syari'at islam itu kan inputnya sedangkan outputnya itu ya moralitas (akhlak) kita tidak bisa melihat orang dari inputnya tapi kita bisa menilai dari outputnya karena input hanya soal kita sama Tuhan, bukankah Kanjeng Rosul itu di suruh memperbaiki akhlak didunia ini "Innama Bu'ishtu Liutamimma Makarimal Akhlak" (Sesungguhnya Muhammad di utus untuk menyempurnakan akhlak) bukan liutamimmah syariat, ehehe. 

Apalagi Indonesia ini basis terkuat atau terbesar dari umat islam, seharusnya memang suatu saat nanti (titi kolo momgso ) akan menjadi syurga kecil dunia, dan aku sebagai orang islam sangat yakin jika orang islam mengekspriskan Islamnya, itu adalah jaminan atas keamanan umat manusia di dunia ini, orang islam kan tidak boleh dan bisa batal islamnya jika mencadi ancaman orang lain karena janji islam dan keimanan adalah mengamankan harta orang lain, mengamankan martabat orang lain,dan mengamankan nyawa semua orang,itulah janji Islam yang dibawah utusan Allah yang bernama Muhammad.

Tapa brata Nusantara sudah terlalu lama dan bisa menggetarkan dunia kayangan kalau tidak segera bangun,dan kayangan tidak akan pernah mau daerahnya bergoncang karena manusia, sudah menjadi babakan darma, manungso ingkang ngadekaken tirakat bakal nemu kebecikan
dan Titi kolo mongso..
Nusantara sejahtea akan kembali lagi kesejahteraannya .dan sambil menyaksikan kembalinya arwah nusantara yang Agung, aku menunggu sambil ngopi dulu.



BACA SELENGKAPNYA - Titi Kolo Mongso ...

Senin

Bumi Menanti Cinta




Akhir-akhir ini aku muak kudu muntah ketika melihat berita tv, membaca koran, status FB yang menjalar menjadi debat kusir, semua itu hanya berisi tentang pembenaran - pembenaran pemikiran masing-masing orang. Indonesia ini memang negri Jancuk. Semua hal yang bisa dibilang sepeleh bisa menjadi sepoloh. Mulai dari politik yang selalu merasa menang sendiri, berkelahi gontok-gontokan tapi akhirnya rukun juga. aku jadi teringat perkataan Andy Noya dalam acaranya, dia pernah bilang "Dalam politik tidak ada lawan dan musuh abadi yang ada hanya kepentingan yang abadi". Kalo kita cermati bener juga kata bung Andy ini, ingat peristiwa Orde Baru???
Ya saat itu semua tokoh politik bulat satu suara "turunkan Soeharto", tiga Tokoh yang dinilai sebagai garda terdepan Amien Rais, Megawati, Gus Dur seoalah-olah tidak ada hijab yang menyelebungi otak mereka, ketiganya sama terlihat seperti Rama, Sinta dan Lesmana dalam Ramayana, rasa persaudaraan yang kuat dan keliahatannya tidak akan pernah lepas .dan lihat sekarang apa yang terjadi???
Semua berambisi menjadi pemimpin bangsa,semua gontok-gontokan berdalih dengan pembenaran ideologi masing-masing . What the hell man !!!

Masalah agama, kalau ini jangan ditanya lagi, memang agama ini perkara sensitif bagi semua pemeluknya sepertihalnya wanita dengan umurnya selalu merasa sensi jika ditanya. Kalo boleh dibilang agama itu soal kita berikhtiar saja, terkait hasilnya kita yakini saja, benar atau salah itu bukan urusan kita,kalupun Gusti Allah turun langsung kebumi dan  woro-woro pake speaker salon masjid menyatakan yang ini benar yang ini salah, apa  kita bisa belajar??? tidak akan.karena kita sudah tau jawabnya.
Yang perlu kita yakini hanya Intansurullaha yansurkum wayutsabbit aqdaamakum (jika kamu menolong agama Allah, pasti Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukannmu), masalah cara kan banyak, ya inilah yang sering diperdebatkan masalah cara, kalau kita menolong orang tenggelam di laut kan bisa pake perahu feri, sampan, perahu dogolan atau bahkan pake helikopter sekalipun terus buat apa gontok-gontokan masalah cara, selak mati seng wong tenggelem iku.

Indonesia ini negara yang asyik jangan dibuat membosankan, kalau mau jujur orang Indonesia ini tidak cocok menjadi pemikir-pemikir serius sepertihalnya Plato, Nietsche, Al-Ghozali dkk, cocoknya orang Indonseia ini ya jadi Abu Nawas dengan segala selengekane, Indonesia ini kan negara howone adem-panas jadi seharusnya otaknya juga begitu, coba kita bagaimana kalu udara dingin panas bercampur kan jadinya gak karuan, yow wes nginiku seharuse wong Indonesia iki

Percaya atau tidak, seharusnya Indonesia ini menjadi sentral dunia, karena orang-orangnya sering slengek an , kalu kita cermati orang yang slengek an ini biasanya pinter menggombal dan orang yang pinter ngegombal ini seharusnya hidup penuh cinta. karena tidak akan ada gombalan kalau orang itu tidak punya cinta. Nah cinta inilah yang dibutuhkan dunia saat ini. Dengan cinta semua strata kasta tidak bermakna, Bima yang dari kalangan satria rela menikah denga Dewi Arimbi dari kalangan denawa/raksasa, semua dilakukan Bima karena sudah kesemsem sama Dewi Arimbi alias jatuh cinta, dan hasilnya muncul Gatot Kaca dari pernikahan mereka berdua, opo ora sakti Gatot Kaca iku, manuvere pesawat Sukoi aja masih kalah jauh sama terbangnya Gatot Kaca.kalo pesawat Sukoi menabarak gunung Salak terus ambles pesawatnya, beda dengan Gatot Kaca, dia  menabarak gunung Himalayapun yang ambles gunungnya bukan dianya, dengan cinta semua itu terasa indah, seperti kata almarhum gombloh "Kalau cinta melekat tai kucing rasa coklat".

Percaya deh, manusia ini seharusnya diciptakan dengan watak slengek an bukan serius, dari awal penciptaannya manusia sudah slengek an, nabi Adam AS sudah diberi kedudukan yang enak disurga ditemani sang istri Siti Hawa  yow ije slengek an jupuk buah kuldi , ya dihukum Adam turun kebumi.  Jadi Bumi yang indah ini butuh cinta kita kawan, cintai Bumi agar dia bernafas kembali. Sekian dan terimah kasih .


BACA SELENGKAPNYA - Bumi Menanti Cinta

Jumat

Ziarah Ke Makam Tuhan

        Minggu lalu ada undangan takziyah, tapi seperti biasanya karena kesibukanku,aku tidak bisa memenuhi undangan itu. Allah telah wafat, tapi itu sudah kuduga sebelumnya, karena dia sudah lama sakit-sakitan. Aku sendiri tidak begitu perduli,hidup tidaknya tidak terlalu berpengaruh pada diriku. Maka hari demi hari berlalu begitu saja, sampai hari ini. Dalam rapat redaksi ditempat aku bekerja, aku mendapatkan tugas untuk meliput penyebab kematian tuhan-tuhan itu. Dari meja redaktur tadi, tugas ini harus selesai secepat mungkin,karena deadlinenya minggu ini juga. Dasar nasib, terpaksa malam-malam aku blusukan ke kuburan khusus tuhan2. Ya aku anggap sebagai ziarah saja, toh sejak dulu kalau ada undangan takziyah aku gak pernah datang. Bagiku kematian adalah awal dari kehidupan baru, jadi tidak ada yang perlu dijadikan sebab sedih hati.

Kuburan ini gelap gulita, hanya ada beberapa kunang-kunang yang kelap kelip dibeberapa sudut. Angin dingin mulai menusuk kulit dan tulangku, bulu kudukku berdiri. Bukan karena aku takut hantu, tapi karena aku hanya pake kaos oblong, sehingga ujung-ujung angin itu seenak jidatnya membelai pori-poriku. Kubuka pintu gerbang kuburan itu, suara besi yang sudah tua memecah keheningan. Tengok kanan kiri, semakin serem saja kelihatannya. Kukeluarkan lampu senter yang tadi kubawa, kunyalakan, oh tapi ternyata tidak nyala. Wah mati aku pikirku. Ku goyang-goyang senter itu, sampai bunyi klothak klothak. Kunyalakan lagi, tidak nyala juga. Wah tamat sudah riwayatku, sudah tengah malam lagi. Bagaimana aku bisa melakukan penyelidikan penyebab matinya tuhan-tuhan itu,kalau senter aja aku tidak punya. Padahal peralatan lain sudah aku siapkan semua sebenarnya, untuk penelitian forensik.

“Heh, ngapain loe di sini?”

Aku kaget bukan alang kepalang, sampai terkencing-kencing di celanaku. Geragapan aku di dalam gelapnya pemakaman itu. Tiba-tiba ada suara tanpa rupa dan suaranya berat, seperti orang marah.

“ Eh hmm, anu, anu, saya mau melakukan penelitian tentang kematian tuhan,saya wartawan koran ‘Suara Alam Lain’ . Hhmm, anu kalau boleh tahu, siapa Anda..?”

“ Perkenalkan, aku penjaga kuburan ini.”

Tiba-tiba tanganku digenggam benda besar, aku diajak salaman rupanya. Spontan aku goyang-goyangkan tanganku sebagai tanda kenalan juga.
“ Senang bisa berkenalan dengan Anda, jadi Anda mau ketemu tuhan-tuhan itu..?”
“ Lho koq ketemu, saya mau melakukan penyelidikan, saya mau menyelidiki mayat-mayat mereka. “

“Haahahahaha…OK, mari saya antar”

Dia menggandengku, aku tidak melihat wajahnya karena sangking gelapnya,aku hanya mengikuti saja. Kadang kakiku tersandung pathok-pathok kuburan yang rupanya bertebaran sepanjang jalan yang kulalui. Dari agak kejauhan, aku lihat samar-samar ada cahaya, dan suara orang yang sedang bercakap-cakap dan tertawa-tawa.

Pintu dibuka, wow…mataku seakan-akan tidak percaya apa yang dilihatnya, sebuah café lengkap dengan meja pool, dart dan bar, di pojok sana ada layar tv sedang mempertontonkan pertandingan sepak bola. Kukedipkan-kedipkan mataku, hanya untuk memastikan bahwa aku tidak sedang bermimpi.

“ Hey, jangan bengong. Oh ya tadi kita kenalan belum nyebutin nama, aku iblis,ganti profesi akhir-akhir ini sebagai penjaga kuburan tuhan-tuhan. “

Aku menoleh, mataku terbelalak, jantungku seperti copot, selangkah aku mundur ke belakang. Terasa celanaku agak basah, aku terkencing-kencing lagi rupanya, sialan bener. Iblis ini sungguh menyeramkan, grandongnya Mak Lampir pun masih kalah serem. Untung saja tidak dari tadi aku melihat wajahnya, di pelataran kuburan tadi gelap sekali.

Hahahahahahahahaha…………………………….!!!!!!!!!!!!! Seluruh café rupanya menertawakan aku.

“ Hey iblis, siapa pula yang kau bawa ini, jangan pula kau bilang hasil buruanmu ya…hahahhahaha….”

Iblis : “ Selamat malam tuhan-tuhan sekalian, ini perkenalkan seorang wartawan dari Koran “ Suara Alam Lain” , mau melakukan penelitian atas kematian tuhan-tuhan. Mas Wartawan, saya perkenalkan juga tuhan-tuhan ini kepada Anda, yang lagi main pool itu, Khrisna dan Shang Ti. Yang duduk di bar itu Bapa, Baha’i, dan Cao Dai. Yang di meja itu, dari yang merokok itu adalah Allah, kemudian sebelahnya Waheguru, dan yang diujung itu Ahuramazda. Sebenarnya ada beberapa tuhan lain, tapi mereka sedang nonton sinetron Tersanjung, jadi malam ini tidak
hadir.”

Aku : “ Senang berkenalan dengan Anda-anda semua. Maaf terus terang saya kaget,saya datang untuk menemukan penyebab kematian Anda-anda sekalian, tapi malah menemukan Anda sedang kongkow di cafe. Jadi, Anda-anda ini, para tuhan-tuhan,sebenarnya tidak mati..?”

Cao Dai : “ Oh tidak anak muda, kami hanya pura-pura mati. Kamuflase strategis.”

Allah : “Aku memilih mati, biar tidak ada yang membelaku lagi, wong aku tidak butuh dibela koq. Tidak ada itu perang demi agama atau demi tuhan. Yang ada perang demi nafsu.”

Bapa : “Ya manusia goblog, sekuat apa mereka itu mau melindungi tuhan, wong prestasi terbesarnya saja hanya menginjakkan kaki di satelit bumi yaitu bulan. Yang pake bom hydrogen pake reaksi fusi saja tidak mampu, apalagi senjatanya cuman clurit, parang , dan cangkul.”

Ahura mazda : “Ya, lebih baik manusia melupakan tuhan saja, kalau perlu ditaruh di undang-undang dasar bahwa tuhan telah mati, wong dari dulu tidak ada bukti koq kalau tuhan itu membantu manusia, kalaupun kelihatannya membantu, itu lebih karena sugesti atau karena kebetulan saja dapat rejeki,trus dikaitkan begitu saja dengan tuhan. Jadi kupikir, lebih baik agama-agama itu dibubarkan saja. Nah kamu sendiri mas wartawan, kamu percaya tuhan..?”

Aku : “ Aku netral saja, kalau sedetik lagi ada bukti bahwa tuhan itu ada, aku akan percaya tuhan. Tapi bisa juga sebaliknya, jika sedetik lagi ada bukti bahwa tuhan tidak ada, aku akan tidak percaya adanya tuhan. Aku tidak mau gegabah percaya atau tidak percaya begitu saja. Yang pasti adalah aku tidak percaya tuhan-tuhan macam kalian, karena kalaupun misalnya tuhan itu ada, aku yakin tuhan tidak seterbatas seperti kalian-kalian ini. Yang menurunkan kitab suci, yang menurunkan makhluk terbaik, yang terjebak dalam sui generis, yang tidak bias ditempatkan dalam kompleksitas kosmos. Maaf jika menyinggung kalian, tapi kalian tidak pantas jadi tuhan.”

Shang Ti : “Jadi kamu jelas bukan theis, tetapi bukan pula atheis, deis juga bukan. Pantheis bukan, panentheis bukan, fideis juga bukan. Pusing deh akika,mau loe apa dong...?”

Khrisna : “ Aliran baru rupanya hahahhaha......, tapi tentang membubarkan agama-agama, jangan buru-buru gitu dong. Loe-loe pade musti tahu men, kalau 90% lebih manusia itu butuh simbol, butuh balasan, butuh sandaran vertikal. Nah,mayoritas manusia yang goblog ini, yang tidak bisa berpikir merdeka, yang perlu dogma dan aturan, yang tidak mau susah-susah pusing berfilsafat, ini masih butuh sama yang namanya agama. Punya agama itu lebih baik sebagai penuntun mereka daripada tidak punya sama sekali. Tapi juga harus disadari, tidak percaya tuhan alias atheis itu tidak sepenuhnya juga lepas dari penyakit sejarah pengkultusan, gak nyembah tuhan tapi nyembah Mao, Lenin, Stalin, ato Hitler itu sama saja bahayanya. Kecenderungan berlebihan itu memang sifat manusia, sehingga manusia susah kadang membedakan antara kemanusiaan dan ketuhanan. Nah mas wartawan, anda sekarang sudah tahu bahwa kami tidak mati, anda mau apa...?”

Aku : “Lho saya sekedar mau tabayun, apakah tuhan-tuhan ini bener-bener mati. Nah ternyata kalian ini pada belum mati, tapi manusia memang berusaha membunuh kalian, dan celakanya yang mau membunuh itu adalah pengikut-pengikut kalian sendiri. Nietszche, Marx, dan sayap-sayap kiri Hegelian saja kalah sophisticated, karena mereka melawan agama hanya ketika agama itu korup dan represif, menjadi legitimator dalam pertarungan antar kelas. Sedangkan banyak umat-umat beragama membunuh tuhan mereka di saat tiap hari mereka juga menyembah-nyembah tuhan-tuhan itu. Reduksi atas kemahaanmu adalah pembunuhan karakter terbesar sepanjang sejarah manusia.”

Bapa memegang gelas birnya, meneguknya berkali-kali. Sedangkan Allah tampak murung dan berpikir keras. Khrisna yang dipojok manggut-manggut sambil sesekali menyodok bola dengan sticknya. Shang Ti yang jadi lawan ngepool Khrisna tampak sesekali melotot kalau nada bicaraku sudah mengganggunya.

Allah : “ Nah wartawan tolol, kami memang belum mati. Kami hanya pura-pura mati, biar manusia bisa mencerahkan diri tanpa kami. Kau jangan pula bilang bahwa keputusan kami salah, kami para tuhan-tuhan sudah rapat mengenai hal itu,sudah kami pertimbangkan baik dan buruknya. Di saat science sudah cukup maju seperti saat ini, lonceng kematian untuk tuhan-tuhan tradisional macam kami sudah berdentang, sebelum lonceng itu semakin keras mendayu, kami memutuskan untuk ‘mati’. Tuhan-tuhan pagan sudah mati sejak dari berates-ratus tahun lalu, sekarang giliran kami. Kami sadar sesadar-sadarnya, bahwa mayoritas manusia masih butuh sandaran vertikal, tetapi itu tugas manusia-manuisa tercerahkan untuk terpanggil memberi rasionalitas dan moralitas murni makhluk tanpa stempel tuhan. Sekali lagi karena stempel tuhan adalah hal yang paling ambigu dan paling sering disalah gunakan.”

Aku :” Jadi, aku harus menulis apa untuk artikelku ini, apakah aku harus jujur ataukah..”

Waheguru : “ Demi kemaslahatan umat, saranku, ini hanya saran lho ya. Beritakan apa yang dibilang Allah tadi saja, biarlah kami mati di sini. Pers bebas menulis, sebagai bagian tak terpisahkan dari demokrasi, dan sebagai tanggung jawab dari kebebasan itu adalah kewajiban untuk menebarkan pencerahan-pencerahan intelektual, bukan sebagai agen propaganda kapitalis, fasis dan puritanis.”

Bapa tiba-tiba berjalan ke arahku, rupanya dia menawarkan bir ke aku. Gelas cukup panjang dengan sedikit busa di puncaknya disodorkan ke aku.

Aku : “ Maaf, aku tidak minum bir Bapa. Pahit banget di lidahku, bukan karena dianggap haram atau apa lho ya. Ntar deh, kalau ada bir rasa duren aku coba minum. “

Bapa tersenyum kecut, kemudian dia tertawa, dielusnya kepalaku.

Bapa : “ Dasar wong ndeso kowe...”

Aku :” Sebentar tuhantuhan sekalian, kembali ke masalah tadi, aku menghormati keputusan kalian, tapi kalian harus tahu, ketimpangan antar manusia ini sungguh besar. Di saat yang satu sudah bisa mengintip galaksi dan quasar,yang lain masih hidup pakai cawat dan hidup berburu. Di saat yang satu sudah bisa keliling dunia dalam hitungan jam, yang satu kakinya bengkak kebanyakan jalan. Yang satu hidup mewah di istana-istana, yang satu di kolong-kolong jembatan. Jadi matinya kalian mungkin malah mempunyai akibat buruk bagi sebagian manusia, karena mereka bisa menjadi layangan yang tiba-tiba putus, ini mungkin lepas dari pengamatan kalian.”

Khrisna : “ Akselerasi, akumulasi, distribusi pengetahuan dan kesejahteraan itu tugas manusia, bukan tugas tuhan. “

Ahura mazda : “ Tepat Bung Khrisna, masak kita-kita ini harus melakukan penelitian, bikin LSM, propaganda tausiyah, ekstensifikasi tarbiyah, bikin website, nulis artikel, bikin koperasi, ya lucu aja gitu lho. Itu tugas manusia, tapi bukan sebagai kewajiban, tetapi datang sebagai rasa cinta kasih ikhlas seikhlas-ikhlasnya terhadap sesama manusia, syukur-syukur kalau sudah menembus kecintaan terhadap semua makhluk, termasuk setan dan iblis hahahha......”

Iblis : “ Bung Ahuramazda, jangan rasis gitu dong, please deh. Begini-begini aku sekarang sudah sadar, merasa kalah sama manusia. Mereka bisa lebih bejat dan psikopat daripada aku, jadi daripada aku kalah pamor, aku juga memutuskan untuk menjadi baik.”

Baha’i : “ Sudah-sudah, begini saja Mas wartawan, malam ini nginep saja di kuburan kami, ada satu tempat khusus buat tamu, jadi besok pagi kita bisa diskusi lagi. Sekarang mari kita makan-makan dulu, saya yang traktir deh. Plat du jour nya kali ini gudeg jogja, disertai teh anget tanpa gula. Mari-mari makan….”

Aku yang memang lapar segera menghampiri kuali besar isi gudeg itu, diikuti oleh tuhan-tuhan. Malam itu kami makan bersama sambil bercanda tak tentu arah,tentunya ditemani oleh senyum genit mbak pelayan bar yang juga pake rok mini.
  
(diseduh dalam buku "Ziarah Ke Makam Tuhan")
BACA SELENGKAPNYA - Ziarah Ke Makam Tuhan

Konferensi Lintas Dimensi

Butiran-butiran halus berwarna putih menyapa rambutku yang tak teratur diterjang angin pergantian musim, langit sedang gembira menurunkan manik-manik putihnya untuk dinikmati makhluk bumi. Salju yang telah membelai bumi sudah mulai mengeras, membuatku harus berhati-hati karena licinnya jalan. Minus 1 derajat tadi kulihat, dan malam ini akan semakin dingin nampaknya. Aku sangat lelah setelah seharian bekerja, sehingga jalan setapak menuju ke rumah pun rasanya sangat panjang. Masih juga kulihat tetangga2ku saling melempar salju sambil tertawa gembira, aku pun ingin bergabung, tapi rasanya malas juga, dingin nampaknya merayuku untuk segera menyambut hangatnya kamarku. Kubuka pintu kamarku, kunyalakan lampu, hhmmm ada surat, dibungkus amplop berwarna biru dengan tulisan di pojoknya "Very Confidential". Tergesa-gesa kubuka surat itu, tak biasanya aku menerima surat dengan tulisan very confidential, pasti ada sesuatu yang sangat penting di dalam surat itu.

"Anak muda,

malam ini jam 12.00 tengah malam, kutunggu kamu di Meeting Point kita
seperti biasanya. Awas kalau tidak datang.

Tertanda,

Tuhan"

Tuhan, ah dia lagi. Not in the right time, seenaknya saja dia bikin undangan tanpa konfirmasi dulu. Padahal dia pasti tahu kalau aku hari ini sangat capek, karena habis kuliah aku langsung kerja hingga malam. Pake intimidasi lagi,pake awas-awasan. Kurang ajar memang dia, dari dulu selalu begitu. Walaupun aku juga kurang ajar sebenarnya, kalau mau ketemu dia juga seenak perutku,kapanpun aku mau.

tuhan : "Ehem...ehemmmm...anak muda, matahari, dan bumi.....kalian kuundang dalam pertemuan ini untuk kumintai pendapat tentang konstelasi tata surya kalian saat ini, aku hanya agak prihatin, koq akhir-akhir ini aku sering dapat laporan dari Jibril kalau ada semacam keresahan global. Semakin banyak yang menggunakan namaku untuk hal-hal yang tidak baik. Semakin banyak yang mempertanyakan dan meragukan keberadaanku, bahkan semakin banyak pula yang sama sekali tak percaya keberadaanku. Mulai ada pula yang mencari "theory of everything". Terus terang aku tersinggung mendengar laporan Jibril,kehebatan dan keagunganku sebagai tuhan terhina, dan aku lebih tersinggung lagi, karena yang menghinakan hanyalah makhluk jelek macam kalian."

matahari : " Sabar...sabar... Yang Mulia. Yang melakukan itu cuma binatang yang mengaku manusia itu Yang Mulia. Hamba, Matahari.., akan selalu mengagungkan Paduka. Hamba masih setia mengemban tugas menghidupi tata surya. Walau terus terang, tugas yang Paduka limpahkan kepada hamba sebenarnya tugas yang amat membosankan. Tapi percayalah, hamba akan
selalu menjunjung tinggi arasy Paduka."

bumi : "Iya...iya...hamba juga setuju pada pendapat Matahari Paduka Yang Mulia. Hanya manusia saja yang merusak tatanan kosmos Paduka, hamba pun merasa malu sebenarnya dihinggapi tubuh hamba oleh manusia. Tapi ya bagaimana lagi, itu sudah menjadi tugas hamba. Walaupun hamba jijik, tapi hamba tetap melakukannya demi kesetiaan hamba pada Paduka Yang Mulia.Lihatlah diri hamba Paduka, yang cantik molek, biru menarik, indah menawan. Dalam tata surya hambalah yang tercantik dan terindah Paduka. Manusia-manusia itu pula yang mau merusak keelokan hamba, tapi hamba bersabar. Karena apapun yang Paduka berikan kepada hamba, hamba yakin itulah yang terbaik buat hamba."

Aku tersenyum-tersenyum, mau tertawa tapi gak tega, narsis juga bumi ini, bias-bisanya pamer di depan tuhan. Dalam kegelapan pembicaraan ini, terus terang aku masih agak kebingungan, aku tak bisa melihat apa-apa. Otakku berpikir keras dari tadi, ada rasa takut juga, gila...yang datang dalam pembicaraan ini matahari,wah wah bisa hancur berkeping-keping diriku ini, mungkin tidak hancur, lenyap tanpa bekas bahkan. Helium dan hydrogen dalam tungku fusi dan fisi yang mampu menggeletarkan ruang dan waktu, aku jadi merinding membayangkannya.

tuhan : "Anak muda, kamu jangan diam saja. Tenang..tenang...aku tahu apa yang kamu takutkan. Dimensi panas matahari sudah kuredam, jadi jangan takut. Hayo..gimana pendapat kamu..?"

aku : " Aku sebenarnya ngantuk sekali, lagi-lagi kau undang aku untuk hal-hal nggak bermutu kaya gini. Lain kali lihat sikon dong tuhan, jangan main sikat aja. Apa badan intelijenmu nggak cukup untuk memberi laporan komprehensif tentang konstelasi tata surya..?"

tuhan : " Dasar anak muda pemalas, aku tidak minta banyak waktumu. Kau makhlukku, tapi menyembahku hanyalah kewajiban sukarela buatmu. Kuundang kalian sebagai penyeimbang atas laporan badan intelijenku, karena kau tahu sendiri, sumber primer lebih kupercayai daripada sumber sekunder."

Tiba-tiba kepalaku seperti terbentur sesuatu, atau lebih tepatnya seperti ditampar. Sakit juga......

aku : " Heh, berani-beraninya menampar dalam gelap. Siapa tadi..?"

tuhan : " Aku...anak muda tolol. Ganjaran atas kemalasanmu."

aku : " Lagi-lagi kau sering menghukum tanpa sebab, mengadili tanpa membuktikan bersalah. Tapi baiklah, aku akan menjawab pertanyaanmu. Kuakui memang ada keresahan global itu, penyalahgunaan namamu, keraguan atas eksistensimu, dan pencarian ambisius akan "blue chip" semestamu. Tapi kukira penyebabnya juga dirimu sendiri koq, kejadian-kejadian itu hanyalah "triple effect" atas kediktatoran dan keegoanmu. Kalau engkau tidak bersembunyi dibalik jubah semesta, mereka mungkin akan lebih santun dalam hidup."

tuhan : " Aku mau bersembunyi atau tidak, itu hak prerogatifku anak muda. Akulah penguasa tunggal semesta. Akulah tuhan segala tuhan. Akulah tuhan besar dari segala tuhan-tuhan kecil yang kalian ciptakan. Siapapun yang hidup di semestaku, harus tunduk pada kekuasaanku."

aku : " Tuh..kan..!!!. Kau memang Maha Sombong, Maha Keras Kepala, Maha Sok Tahu. Tapi kau musti mikir tuhan, trend sekarang sudah berubah. Semua makhluk merindukan keadilan dan demokrasi. Sudah jarang yang mau tunduk kepada tirani, semua kebenaran harus teruji di hadapan metode ilmiah.
Termasuk percaya keberadaanmu, itupun harus dihadapkan dengan metode ilmiah. Kami bukan makhluk bodoh lagi yang percaya begitu saja akan dongeng-dongeng yang diceritakan oleh nenek moyang, kami tidak segoblog yang kau bayangkan mau meyakini dogma2 indah yang ternyata kosong isinya."

Bumi : " Maafkan hamba Paduka Yang Mulia, sekali lagi maaf. Kayaknya anak muda ini ada benarnya juga, setidaknya itulah yang hamba amati akhir-akhir ini. Trend mempertanyakan segala hal itu bahkan terakselerasi dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi, seakan tak ada tabir lagi di dunia."

aku : " tuhan, begini saja...,selama kau menikmati singgasanamu, apakah kau tidak melihat bahwa sebenarnya dari keresahanlah akhirnya timbul solusi baru,dari pemberontakan atas nilai-nilai bakulah akhirnya muncul ilmu-ilmu baru. Jika saja kami diam membisu dan tidak mulai bertanya akan kejadian-kejadian di semesta, kami akan jalan di tempat dan tidak menemukan hal-hal baru di dunia. Renaissance,Aufklarung, Englightment, Pencerahan, Reformasi, Kelahiran Kembali, atau apapun manusia menyebutnya adalah hasil dari keresahan itu Tuhan. Jadi mengapa kau juga ikut resah, toh bagaimanapun polah tingkah manusia, tak sampai menggoyang arasymu"

tuhan :" Kalian boleh resah dan menggerutu, tapi jangan sampai menyekutukan aku dong. Gimana sih kalian ini...?. Harga diriku sangat terobek-robek karena kalian hanya menyekutukan aku dengan reformis gagal kayak Yesus, dengan nabi buta huruf kayak Muhammad, dengan tua bangka kayak Guru Nanak, dengan tiran sombong kayak Stalin dan Lenin, dengan diktator narsis kayak Mao dan Kim, dengan dewa-dewa tolol, dan juga dengan keterbatasan otak kalian."

matahari : " Maaf menyela sebentar, cuman mau nanya Paduka tuhan Yang Mulia. Sebenarnya batas otak kita itu sampai dimana sih..?"

tuhan : " Satu prinsip matahari, berpikirlah tentang ciptaanku, jangan berpikir tentang dzatku, karena otak kalian tak mampu menjangkaunya."

aku : " Nggak bisa gitu dong tuhan. Ketika kami berpikir tentang ciptaanmu,otomatis kami juga berpikir tentangmu, karena pencipta dan yang diciptakan itu terikat hukum sebab akibat. Karena itu lebih baik menganggap otak kami tak terbatas daripada sebaliknya, karena kau tak pernah jelas menggariskan batas itu dimana. Kau bilang kami tak mampu menjangkau dzatmu, lagi-lagi kau prejudice banget dalam hal ini, sedangkan kau belum pernah memperlihatkan dzatmu pada siapapun di dunia ini."

tuhan :" Dasar anak muda tolol, gunakan otakmu dong. Apakah kau tidak melihat tanda-tanda keberadaanku di semesta ini, begitu banyak tanda dan kau masih buta. Tanpa melihat wujudku pun, kalau kau mampu berpikir, kau pasti tahu bahwa aku ini eksis."

Kali ini nada bicara tuhan mulai keras, kayaknya dia mulai naik darah. Aku merasakan hawa panas sekali merambat di sekujur tubuhku. Dalam hati aku masih harap-harap cemas semoga tuhan tidak seenak udelnya mengeliminasi aku dari pertemuan ini, atau lebih gawat lagi menegasikan hakku untuk hidup dan berpendapat.
bumi : " Anak muda, dari kemesraanku dengan matahari kau dapat belajar,bagaimana gabungan antara gravitasi dan anti gravitasi berkolaborasi dengan indah sehingga mendukung kehidupan di permukaanku. Dari matahari kau dapat belajar dan membuktikan bagaimana tuhan menciptakan hal-hal besar dari hal-hal yang sederhana dan sepele. Dariku sendiri kau dapat pula belajar,bagaimana perputaranku begitu persisnya sehingga kestabilanku terjaga sedangkan bila satu detik saja perputaran itu berhenti, aku akan hancur terberai. Dan itu semua membutuhkan superior intelligent yang mengaturnya dalam Lauh Mahfudz atau Grand Design semesta."

aku : " Maaf saja bumi, bukti-bukti yang kamu tawarkan itu sudah terbukti tidak manjur lagi. Semesta ini terbukti chaos, ribut, centang perenang. Tidak ada keteraturan seperti yang kau bilang itu, apalagi desain eksak atas kejadian-kejadian. Jikapun ada keteraturan, itu tak lebih hanya kebetulan saja. Karena lebih dari 99,9% berupa ketidak teraturan. Hukum sebab akibat memang selalu terjadi,tetapi hukum sebab akibat yang ada adalah hukum yang harus dalam arti luas diartikan. Satu sebab bisa menghasilkan akibat ribuan bahkan jutaan atau milyaran, dan akibat yang satu mungkin juga dari sebab yang berlainan. Dan sejauh penelitian manusia atas semesta, tidak ditemukan satupun bukti empiris dan meyakinkan bahwa ada sesuatu dibalik terciptanya bintang,galaksi, planet, black hole, pulsar, nebula, dan apapun itu. Semua adalah rangkaian kejadian demi kejadian, tidak ada sesuatupun yang ex-nihilo, sesuatu yang datang begitu saja, tanpa permulaan dan tanpa sebab. Kun fayakun, abrah kadabrah, hocus pocus.............."

Kudengar ada yang tertawa kecil-kecil sambil sepertinya ditahan, tak beberapa lama juga terdengar suara mengaduh kesakitan.

matahari : " Maaf, maaf, beribu maaf Paduka Yang Mulia. Hamba bukan hendak menertawakan forum ini apalagi Paduka, hamba hanya menertawakan gaya dia ngomong abrah kadabrah, kayak crita Aladdin saja. Sekali lagi maaf Paduka."

Ah rupanya matahari yang ketiban pulung hukuman kecil dari tuhan. Dalam hatiku aku nyukurin, bete banget atas penghormatan hirarkisnya dari awal percakapan tadi.

aku : " tuhan, kau pasti setuju kan kalau waktu itu relatif. Dalam kerangka waktu yang dipunyai manusia, kau punya waktu tidak terlalu lama untuk membuktikan keberadaanmu. Mereka sudah sampai pada tahap siapa yang berada dibalik "big bang" yang diyakini sebagai awal semesta, karena setelah big bang, sekali lagi aku bilang tidak ada bukti yang bisa mereka temukan bahwa ada sesuatu dibalik terciptanya benda-benda di semesta. Jika saja, mereka tidak juga menemukan sesuatu yang menciptakan big bang, ditambah lagi mereka menemukan theory of everything, kalau kalkulasiku tidak salah, akan semakin banyak yang memunggungimu tuhan. Dan itu berarti pula lengkaplah kegagalanmu, setidaknya kegagalanmu di bumi."

tuhan :" Memang menjengkelkan makhlukku manusia itu, termasuk kamu anak muda. Lebih menjengkelkan kesok-tahuan kalian tentangku, bertemu aja belum pernah sudah berani-beraninya bilang utusanku, bagian dari diriku, menjadi makhluk yang mengerti pesan2ku dan mau melaksanakan pesan2ku, dan juga apa itu aku lupa namanya, anggapan bahwa wujud manusia adalah juga perwujudanku...hhmmm aku lupa namanya..."

bumi : " Imago Dei..tuhan."

tuhan : " Pinter kamu bumi, nah itu Imago Dei. Evolusi dari monyet saja mau membandingkan wujudnya denganku, alangkah lancangnya kalian ini. Tetapi dari laporan Jibril, aku kadang mengerti mengapa manusia begitu narsisnya,karena dengan kenarsisan dan ambisi mereka itu ternyata mereka bias bertahan hidup dan menjadi pemenang dalam "survival of the fittest". Walau jujur aku bilang, kemenangan bagi manusia sangat sering merupakan bentuk penindasan terhadap makhluk-manusia lain. Dari Jibril aku tahu juga, manusia-manuisa yang membawa pesan kebaikan seperti Muhammad, Yesus, Mani, Zarathustra,Baha'ullah, dan beberapa yang lain kadang-kadang terpaksa untuk mentransendenkan pesan mereka, bilang bahwa itu dariku, dari tuhan seru sekalian alam, karena memang manusia pada umumnya terlalu bodoh untuk percaya pada kebaikan dan melakukannya dengan senang hati tanpa disertai embel-embel bahwa sang pencipta yang memerintahkan itu. Ditambah lagi musti ditambah diimingi nikmat surga dan ditakuti dengan siksa neraka."

bumi : " wah tuhan, maaf menyela sebentar. Apakah neraka dan surga itu juga mitos...?"

tuhan : " Hahahaa.....tentu saja bumi. Surga kalian adalah ketika kalian gembira berbuat baik tanpa pamrih apapun, dan neraka kalian adalah rasa tersiksa ketika menyakiti dan berbuat tidak adil terhadap makhluk lain. Dan tentu saja kenikmatan terbesar makhluk bukanlah surga, tetapi melihat wujudku, bukan dengan mata, melainkan dengan nurani. Mendengarkan suaraku, bukan
dengan telinga, melainkan dengan kejernihan hati. Merasakan keberadaanku,bukan dengan kulit, tetapi dengan kepekaan jiwa."

aku : " Nah tuhan, kau sekarang telah masuk neraka buatanmu sendiri, rasa resah dan tersiksa karena ketidakadilanmu."

Tiba-tiba ada getaran hebat, aku merasakan pusing yang amat sangat, panas sekali serasa api membakar kulitku, kudengar juga suara teriakan sangat keras yang aku tahu pasti bukan dariku sendiri, mungkin matahari atau mungkin bumi, aku tak tahu pasti karena gelap menguasai. Setelah beberapa lama,akhirnya getaran dan panas berkurang sedikit demi sedikit.

tuhan : " maaf, maaf, aku lepas kontrol tadi. Kau berani sekali mulutmu anak muda tolol. Bumi, kau saksi atas ucapanku. Makhluk-makhlukku yang bernama manusia yang telah berani mengatasnamakan aku dalam ajarannya, apakah mereka pernah bertemu aku...?"

bumi : " Tidak pernah Paduka Yang Mulia, itu tak lebih hanyalah imajinasi kreatif mereka saja. Tapi ngomong-ngomong, ada beberapa yang jujur minta ampun lho Paduka Yang Mulia. Sidharta Gautama, Blaise Pascal, Ghazali, dan beberapa yang lain lagi telah dengan terang-terangan bilang bahwa kedekatan denganmu itu hanyalah imajinasi kreatif mereka saja."

tuhan : " Kau dengar sendiri anak muda, betapa diriku dicatut sana sini tanpa sama sekali ijin dariku. Kenapa aku tak berhak marah...?, coba katakan..!!!"

aku : " Sabar dikit napa sih tuhan. Kau berhak marah, itu memang hakmu koq. Tapi kau juga harus introspeksi diri, jika saja engkau lebih transparan mengenai dirimu, mereka tidak akan dengan gampangnya menghayal tentangmu dan menggunakan namamu seenak udelnya."

matahari : " Maaf beribu maaf Paduka Yang Mulia. Jika Paduka sudah tidak tahan lagi dengan makhluk Paduka yang bernama manusia, ijinkanlah hamba memeluk kekasih hamba bumi, biarkanlah kami bersatu. Sekian lama hamba berpisah dengannya, rindu hamba sudah meluluhlantakkan jiwa Paduka. Hamba ingin bersatu dengannya, walaupun setelah itu diri kami hancur bersama. Biarlah setelah itu awal baru tercipta, dengan matahari baru, planet-planet
baru, makhluk-mahkluk baru, sehingga Paduka lebih puas."

tuhan : " Belum waktunya. Kalian, matahari dan bumi, selesaikanlah tugas kalian. Aku tahu kalian saling mencintai, tetapi yakinlah, jarak bukanlah penghalang atas cinta yang tulus nan abadi."

aku : " Wah, begini saja. Boleh atau tidak, bersatulah kalian. Berpelukanlah kalian. tuhan sekalipun tak berhak melarang dua insan yang sedang jatuh cinta."

Cuh..ciuh...cuh....wah sialan, tega-teganya tuhan meludahiku, berkali-kali pula....

aku : " Kunyuk kau tuhan, diktator tak tahu diri. Oke..oke..!!!!, kuakui aku memang kritis terhadapmu, tetapi sekali lagi itu demi kebaikanmu. Daripada stempel namamu digunakan untuk mengotori tata surya, daripada atas namamu manusia menjadi tiran bagi sesamanya, daripada karena perilakumu semua makhluk semesta kebingungan mencari jati dirinya. Sudahlah, akhirilah keegoanmu itu. Bersikaplah demokratis dan transparan."

tuhan : " Kau pulang sana, besok pagi kau musti kuliah. Dari tadi kau bukan melaporkan sesuatu malah protes terus isinya. Tapi jangan lupa anak muda tolol, berbuat baiklah tanpa pamrih, itu saja pesanku."

aku : " Ya deh...., tapi jangan lupa pula pertimbangkan kritikku. Tapi anyway,untungnya aku dari dulu tidak pernah mengharapkan surgamu. Aku pergi dulu ya...Bye tuhan, matahari, bumi..........."
 

(diseduh dari buku M Amin)

BACA SELENGKAPNYA - Konferensi Lintas Dimensi