Photobucket

Selasa

Panggil Aku Michael






 
Nafasnya bau anyir seperti nafas para raksasa dalam cerita wayang, tubuhnya kusam seiring dia bersepeda berteman sang surya, jangan bertanya mengenai keringatnya. analogikan saja dia dengan para pelari maraton jarak Sby-Madura melewati daerah Tenggumung yang penuh sesak dikerumunan debu-debu jalanan. Si Toni sudah lelah bekerja. Tenaganya habis diperas, kepalanya pusing memikirkan SPP. Uang kost belum juga dibayar. Uang pinjaman dari bandar togel gang senggol sudah habis. Sawahnya sudah digadaikan buat uang gedung saat kuliah. Matanya nanar, menahan perut lapar yang sudah setengah hari ditahannya. Ibu si Toni sudah lama bersibaku dengan jualan mie goreng kelilingnya. Si Toni kini hidup di kota para pejuang, menampakkan wajah desanya pada ribuan jama'ah mahasiswa/i kota, sampai dengan tekatnya melapas status desanya, diapun sering mengenalkan nama menjadi Michael.


Toni sendiri sudah sejak akil balig jadi pekerja serabutan. Cuma tenaga yang bisa ia jual, lain tidak. Hari ini ia resah sekali, jika sampai nanti bedug Ashar belum punya uang. Dia akan ditendang dari rumah kost, yang serupa kandang kerbau itu. Rumah itu tak seberapa luasnya, hanya 6x6 meter saja. Itu pun harus berdesakan dengan setumpuk pakaian yang terpaksa cuti cuci karena kesibukan kerja si empunya. Toni sudah lelah berdoa. Sarung dan sajadahnya sudah lama rusak dimakan tikus. Namun ia percaya seorang manusia tidak akan selamanya sengsara. Nampaknya ia dikhianati kepercayaannya. Sejak tadi ia melirik-lirik obat nyamuk cair cap asoi yang ada dibawah meja. Berulang kali terlintas untuk menegak dan menyerah pada keadaan. Toni mendengar suara berisik dari masjid. Ia berteriak-teriak bagai orang gila. Ia mengumpat tuhan, tuhan diam saja, ia memaki tuhan, tuhan pun diam saja, ia menghina tuhan, tuhan pun tak berbuat apa-apa. Akhirnya Toni duduk lemas dibawah pohon beringin. Lelah ia berteriak, nafasnya satu dua. Badannya berkeringat. Orang-orang mengerumun mendekat. Pak Haji datang membawa air. Disuruhnya Toni ibadah. Toni marah, mengumpat dan meludah.


Pak Haji lari. Orang-orang juga berlari. Sandal bertebaran. Toni berdiri. Ia berjalan tak tentu arah. Toni berhenti. Di depan sebuah kuburan. Toni menangis. Sekali lagi Toni duduk menangis. Toni melihat nisan entah siapa di taman makam Keputih. Lahir Nopember mati Oktober. Tulis di nisannya. Toni menangis. Meraung raung. Sahabatnya datang. Umar namanya, tak kalah menyedihkan dari si Toni, ibarat sebuah roman film, si Umar adalah Cu Pat Kay yang selama hidup merindukan adik Cang Eh, si Umar senyum. dikatakannya.

“Ton, jika kamu ada beban, Ceritalah. Jika kamu menganggapku anugrah, rela aku memikul sebagaian deritamu, Ton”

Adalah Toni , meski bengis dan kejam dunia merombak imannya. Terhitung dari SD dia sudah berpindah agama tiga kali, sudah kenyang dia mengenyam candu agama meski tak sedalam Khalil Gibran. Tak sanggup ia membenci sahabatnya. Digandengnya si Umar. Beranjak ia ke surau, tempat yang sudah asing baginya. Ade sudah menanti, tersenyum ia melihat Toni.

“ah kau sudah datang sahabat, tak percuma aku menunggumu dalam gelap” sapanya sambil merangkul Toni bak kawan lama.

Wajah melow Ade Habib Achmad Badrawi bin Umar Bin Said Bin Soleh datang mampir sedikit. Senyumnya tulus, seutas lunas tanpa pamrih. Wajah tenang yang sudah kenyang ditubruk malang. Wajah sejuk yang sudah tamat melihat kutuk.


“sudah kah kau sujud Ashar kawan?” Tanya Ade.

Yang ditanya diam tanpa suara. Ade melow datang hendak merangkul, namun sudra mundur seperti takut dipukul.

“ada apa kawan lamaku? Tak bolehkah aku ini memeluk sahabat lamanya?” tanya Ade sambil tersenyum.

“malu aku De, pantaskah pendosa dipeluk wali macam kau?” kata Toni meringkuk.

“aih, sejak kapan aku yang hina ini jadi wali? Dikutuk Munkar dan Nakir aku nanti” katanya.

“aku, seperti dirimu adalah pendosa kawan, tak sedikit dusta mengalir dari mulutku, tak sedikit hatinya yang kusobek karena ulahku, dan tak ayal sikapku pernah menghunus hati orang” kata Ade melow menambahkan.

“aku
“aku lupa cara mencintai-Nya De” Toni bicara.

“tapi ia tak lupa beri kau cinta Ton” jawab Ade melow.

“aku sudah menghujat-Nya Ade” Toni kembali bicara.

“jika ia murka, sudah lepas kau punya kepala” jawab Ade melow.

“aku pernah membenci-Nya De” Sudra sekali lagi bicara.

“pernah ia tak memaafkan hambanya Ton? Bahkan iblis laknat pun akan diberinya ampun jika ia mau bertobat dan bersujud dibawah makam Adam” jawab Ade melow.

“mau kau lebih laknat dari Iblis Ton? Sudah lupa kau cara sholat kawan?” kembali Ade bertanya.

“tidak De, meski aku membenci-Nya, dalam sumpah syahadat tak mungkin aku lupa cara memuja-Nya” jawab Toni. Membanjir sudah air matanya. Kembali ia menatap ke sahabatnya yang sedari tadi masih melongo meratapi adik Cang Ehnya. Sungguh tidak ada warna lacur kebohongan dari anak yang dibesarkan penderitaan. Dihembuskan nafas kerelaan, yang entah sudah keberapaia hembuskan.

Hari ini aku berhutang nafas perjuangan padamu Yang Maha Menguatkan. Berjalan ia dalam keheningan. Diajak sahabatnya serta. Sebelum lepas nafas dari tenggorokan, aku bersumpah pada ia yang memutar bumi dan mengendalikan waktu. Tak akan kubiarkan kemlaratanku lepas kering bibirku mengingatmu Yang Maha Tak Tersamai. Pelan-pelan air bejana tanah itu mengalir, membasuh muka, tangan, rambut, telinga dan kakinya. Di ikuti oleh sahabatnya, beserta Ade melow disampingnya. Matahari waktu Ashar terasa lembut datang. Sudah lupa mereka tentang hutang, tentang SPP, dan tentang kostan. Ia bersatu dalam remang suara takbir, bibir merapal Al Fatihah, bersemadi memohon jalan yang lurus.


Maka ia yang selalu memohon kekuatan iman padanya akan datang lebih mulia di alam raya. Dan mereka yang memohon kemuliaan di jagat raya, akan tersungkur berteman mesra dengan iblis di neraka. Toni sudah lepas hutang tobat pada penciptanya. Kini ia hidup sendiri, dijalan, tanpa asuransi esok makan apa. Namun ia punya deposito berbunga, berlipat-lipat, beranak-pinak. Kelak saat lepas nafasnya, sebuah rekening pahala akan tuntas dibayar oleh yang Maha Memberi. Untuk semua aku berikan. Ibuku dan si bungsu, sahabat-sahabatku, kalian harus merasakan hasil jerih payaku nanti.

"Akulah Michael, putra asli Kediri" Ucapnya menengadah langit.


Toni yang bernama Michael, sebelum berubah menjadi Michaelonan

To Be Continue..

0 comments:

Posting Komentar

sampaikan unek-unekmu....!!!