Photobucket

Selasa

Rindu Menjauhkanku dari Jarak





Terkadang, mungkin perlu aku ungkapkan apa yang ada, dan mungkin juga banyak tersimpan rahasia dalam detak jantungku ini, Aku tak ingin siapapun tau, Tapi tentang dirimu. sungguh, aku akan umumkan pada SEMESTA. kalau aku memang cinta kamu.

Dan aku biasa memanggilmu dengan Lailaku.
kau tau, Laila adalah malam, saat itulah saat dimana aku sangat tenang, nyaman dan sungguh sangat suka malam.

L, aku percaya tidak pernah ada kerinduan yang lunas terbayar. Maka biar aku kisahkan sebuah penantian panjang akan rindu. Kau pasti akan berpikir bahwa aku menjadi hiperbolis lagi. Mungkin, tapi serupa garis pada pantai, aku hanya mencoba berpikir lebih panjang. Sepanjang rindu Qais pada Lailanya, begitupula Aku pada Lailaku.

L, rindu  ini dalam namun sekali lagi tak perih. Jikapun perih akan kubuang jauh. Karena rindu yang kau pahat ini adalah tentang kesadaran. Kau menyadarkan aku tentang kedewasaan, tentang tanggung jawab dan tentang pentingnya cinta. Dan tahukah kau, rindu ini kau sayat pelan Serupa dengan sayatan Sinta pada jantung Ramawijaya. Dia sanggup mengalahkan sang angkara murka, Rahwana.

L, rindu itu berkecambah dalam perbincangan kita. Perbincangan larut malam yang kita lalui. Perbincangan tentangmu, tentang hidup yang keras, sungai yang dalam, tanah yang hilang dan mimpi yang tinggi. 

L, rindu  itu melebar, berkembang dan mengeras. Adalah obsesi akan penaklukan yang menunjukan jalan. Bahwa dalam setiap rindu ada pesan dan keberanian untuk bertemu. Kau membuatku mengerti, bahwa untuk menghargai hidup maka aku harus merindu sangat hebat.

L, aku menikmati rindu tapi bukan masokis. Adalah sesat menikmati kesendirian, namun terpujilah mereka yang mengamini pencerahan lewat rindu. Rindu mungkin mengajarkan rasa sakit, dan rasa sakit mengajarkan kesembuhan. Dan kesembuhan mengajarkan kedewasaan. Namun rindu yang tak berperih mengajarkan sikap.

L, aku tahu kau benci kata gombal. Padahal demi langit yang biru dan tanah yang basah, aku tak mahir menggombal. Dulu saat SMA, nilai gombalku selalu merah, guru selalu memandangku sendu 'sungguh malang nasib wanitamu kelak, karena kau tak pandai mengumbar rasa'.

L, sungguh aku ingin bertemu. Bukan karena takut saat ini aku tak di depanmu. Tapi hutang tanggung jawab mencegahku pergi, setelah tugas ini selesai aku akan kesana. Menemuimu untuk menagih janji, sepiring masakan yang kau masak dengan keringatmu sediri. Bukankah kau tau aku ingin merasakan masakanmu yang keasinan itu?

L, maaf aku suka mengintip. Mengintip wajahmu dalam jaringan sosial. Yang melengkung luas seperti gurun, namun syahdu seperti senja warna emas pada bulan Januari. Tapi kau selalu meracau betapa pendek, kurus dan jeleknya dirimu. Namun aku selalu bergumam, tentang betapa sempurna, indah dan sederhananya dirimu.

L, aku tahu kau tak suka nasihat. Tidak dari orang payah macam aku, tapi kumohon. Baik-baiklah kau disana, ingatlah untuk istirahat. Selembar badanmu yang tipis itu mungkin kuat, namun karang paling keraspun akan rapuh diterjang angin. 

L, bisakah kau turuti aku sekali saja? Berhentilah khawatir pada orang lain, hatimu yang hampir maha luas itu suatu saat akan penuh dengan curahan hati orang lain. Dan pada akhirnya akulah yang paling khawatir melihatmu resah.

L, aku benci kau marah. Dan sialnya marahmu itu seperti hujan musim semi, aku tak pernah tau kapan akan terjadi. Bukankah sudah kubilang, aku tak mengerti tak mengerti perempuan, dan aku tak mengerti kau. Bahkan ilmu semiotika paling wahid pun, tak mampu mengurai penanda dan petanda rasa yang kau umbar. Sungguh aku tuna citra, karena pesonamu yang bening itu. 

L, Pada awalnya adalah pesona akan nalar, yang dibalut dalam sebuah mata indah tulus dibalik kaca. Aku percaya matamu yang luas itu adalah anugrah. Yang mampu menahan laju gelombang kesedihan yang paling besar sekalipun.

L, ini adalah paragraf terakhir. Aku rindu kau, tawamu dan suaramu. Kita mungkin baru sekali bertemu. Tapi bukankah siang dan malam tak pernah bertemu, namun mereka padu dalam nasib? Jadi jika aku telah sampai disana. Akan kukabarkan aku indu. Karena hanya rindu yang menjauhkanku dari mengingat jarak.


4 comments:

Miel, D'Smart Dimples mengatakan...

semoga dia orang terakhir,, hanya itu doaku,, sebagai teman yg beberapa kali menjadi saksi kisah cinta lewat tulisan sendumu,, wkwkwk
=))

kampongbulu mengatakan...

wkwkwkwkwkw.... dan inilah mungkin kenyataannya dud...wkwkwkw..oh ya HBD ya, semoga selalu diberi yang terbaik..ikiki

Nur Hadi mengatakan...

cyberlove hahaha

kampongbulu mengatakan...

wkwkwkw... yang penting kan cinta.. wkwkwkw

Posting Komentar

sampaikan unek-unekmu....!!!