Photobucket

Rabu

Bandu Hitam Sunda Dari Apid

 
 
 
Melangkah terseok-seok memikul beban perhiasan sederhana, menikmati setiap resapan sinar matahari ditengah debu-debu ibu kota. berjalan, yang hanya ia tahu hanya terus berjalan dan berjalan sampai dagangan mininya habis terjual, sepeser uang sangat berharga baginya tapi ketulusannya melebihi keinginannya mendapat uang. Oh nasib, tidak pernah kata itu terucap dari bilik bibirnya, ditengah-tengah hilir mudik kendaraan mewah, ditengah -tengah bau makanan menggiurkan, dia tetap istiqomah melangkah mencari harapan bandul-bandul ini habis terjual hari ini. 

Di teras warung kopi, Keputih, ITS, Surabaya tepat pukul 09.00 WIB, aku berjumpa dengan sosok pemuda hebat, Apid namanya, ditengah-tengah menikmati sensasi aroma kopi mocacino, disamping bacaan Koran Jawa Pos aku melihat sosoknya, wajahnya kusam terkena hembusan debu jalanan, tubuh kurus dengan kulit sawoh matang, merantau dari ujung kulon sampai singgah di ujung timur Jawa. oh Apid, betapa tegar hidup yang kau jalani ini, tak terucap satu katapun keluh kesah dibalik bibir hitammu itu.
Di teras warung itu aku hanya terpesona melihat kata-kata sunda yang terucapnya. Terkadang hati ini sedih melihat ketidak adilan ini, aku yang dari tadi menikmati harumnya kopi dengan penuh hikmat membaca koran pagi, tapi lihatlah sekarang, ada sosok pemuda yang rela melepaskan kepemudaannya hanya dengan bekerja dan bekerja. Melangkah dan terus melangkah tanpa peduli seberapa jauh ia melangkah.

" Punten kang, abdi kenging linggih didieun" kata sosok pemuda itu
" Mangga..Mangga kang " balas seminim mungkin bahasa sundaku

Sembari melepas lelah, ditaruhlah beban pikulan dipundaknya, menikmati hangatnya kopi diperaduan tenggorokannya. Mungkin ini cara dia melepas dahaganya, dia memilih kopi daripada minuman es ataupun bersoda, ah betapa dia sungguh sangat menghargai nikmat sehat jiwa ini.
Tanpa basa-basi aku mulai menampakkan diri asliku yang banyak bicara, celoteh demi celoteh entah diterimanya atau tidak, aku hanya berusaha rama kepada mas apid ini. oh seandainya, aku yang ada diposisinya, apa yang harus aku lakukan dengan hidup ini. ah tidaklah sama, aku adalah aku, dia adalah dia. bukan tugasku untuk berandai-andai saat ini. Menghibur, ya itulah kepandaianku saat ini, mungkin aku bisa menghiburnya dengan kata-kata, setidaknya tida bisa tersenyum dan memulai semangatnya kembali, aiii kenapa aku ini, aku hanya bisa menghibur orang lain tapi kenapa tidak bisa menghibur diri sendiri, ah sudahlah.

" ini jualannya mas ? ", tanyaku
" iya mas, berkeliling surabaya biar laku dagangan saya", balas pemuda itu
" emang dari mana mas, dari sunda ya? ", pertanyaanku sekaligus aku yang menjawab :D
" kok tau mas, saya dari Tasik, Jawa Barat mas " katanya
" ehehe.. masnya tadi ngomong pake bahasa sunda, lho jualannya dari tasik sampai kesini mas? ", kataku yang keheranan
" iya mas, saya jualan keliling dari tasik sampai kesini,surabaya, kadang jualan ke Tuban, Bojongoro, Cepu mas", timpalya
" Buseeet mas. dari ujung kulon sampai ujung timur jawa ini jualanannya, Subhanallah.. " balasku dengan sedikit muka sok keustad-ustadan.

Cukup akrab kita mengobrol, meski aku yang paling banyak ngomong tapi terlihat mimik wajahnya, dia senang dengan keramah tamahan ini, bagaimanupun dia tak sesenang diriku saat menemukan teman ngobrol seperti dirinya, entah apa yang mendasarinya untuk melalang buana seperti ini, aku merasa tak enak untuk menanyakannya, biarlah, yang penting kita bisa ngobrol bebas antara sesama laki-laki. tampak betapa jualannya masih banyak, berbagai mainan, dan asesorispun ada, walau minim dan terkesan sederhana tapi itu hasil karyanya. Ada satu barang yang aku lirik sedari tadi, Bandul Hitam, ya bandul. terkesan seperti asesoris pas buat kaum hawa, ingat jangan terlintas sedikitpun dalam pikiranmu kalau aku bencong, aku melirik bandul itu karena aku butuh saat ini, untuk rambutku yang sudah mulai gondrong dan hampir-hampir mencolok mata, ah sudahlah tak usah aku peduli apa pikiran kalian tentangku, aku suka jika orang berprasangka buruk kepadaku, semakin banyak orang-orang begitu semakin terkikislah dosa-dosaku yang bertumpuk ini. 

Aku  mulai berfantasi dengan sosok Apid ini, mencoba mencocokkan kesamaan Apid dengan sosok Budi dalam lagu "Sore tugu pancoran" yang dilantunkan Iwan Fals, meski beda fisik tapi inilah potret keadaan yang ada.

Si budi kecil kuyup menggigil
Menahan dingin tanpa jas hujan
Di simpang jalan tugu pancoran
Tunggu Pembeli jajakan koran
...
Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu
Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu
Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu
Dipaksakan pecahkan karang, lemah jarimu terkepang
..
 (Sore Tugu Pancoran) by Iwan Fals
 
Lelucon-lelucon hangat mulai menampakkan hasil, gigi putih itu kini mulai tampak, mekarlah sudah senyuman mas Apid, lega dan sangat lega diri ini, tidak banyak yang aku harapkan saat itu, cukup membuat dia tersenyum aku sudah bahagia. Tanpa terduga mas Apid pun melontarkan lelucon yang berbau mitos rakyat sunda.

" Mas, anjeun uninga nuturkeun sepuh diditu, iraha lalaki jawa nikah sami awewe sunda eta hasilna sae mas, sabalikna iraha awewe jawa nikah sami lalaki sunda eta hasilna awon" kata apid
(Mas, kamu tau, kata sesepuh sana, jika laki-laki jawa menikah dengan wanita sunda maka hasilnya nanti baik,sebaliknya jika wanita jawa menikah dengan lelaki sunda hasilnya bakal jelek)

" ehehe..ah aya aya ae si akang mah, emang benar mas? ", serasa tertarik dengan teori sesepuh sana 
" iya mas bener ", jawab mas Apid

Itulah sedikit candaan berbauh mitos disana yang dilontarkan kepadaku, cukup menarik. ehehe. tapi terserah kalianlah mau percaya atau tidak. tak terasa waktu hampir satu jam kita habiskan dengan mengobrol sembari nyruput kopi, dengan perasaan canggung sosok pemuda itu berpamitan untuk meneruskan jualannya ke Malang. dengan penuh senyuman dan tanpa rasa menyesal, dia memberi bandul hitam jualannya kepadaku secara gratis. sungguh perasaan bercampur saat itu, antara senang dan tak enak, tapi apalah daya mas Apid ini memaksa untuk memberi bandul jualannya. Akupun terimah dengan uluran tangan tanda perpisahan.
 
Itulah dia, sosok pemuda dengan ketegaran tingkat dewa, uang serupiahpun berharga baginya tapi lihatlah, dia memberi bandul ini secara cuma-cuma, apa yang bisa dikata selalin, keikhlasan.  Menjalani hidup dengan menerima apa adanya, tanpa menharap apa dibelakangnya. Tuhanmu tidaklah buta membiarkan kita terluntah-luntah, biarlah seisi kota memandang rendah kita, Asal Tuhan tidak memandang rendah kita, ini pukulan bagiku, hardikan untuk diriku untuk meniru sosok pemuda tasik, Jawa Barat ini.

Selamat berpetualang mas Apid, semoga dagangannmu lari manis dan mendapat keberkahan, kapan-kapan kalau kita bertemu, aku kembalikan bandul hitam ini sebagai tanda terimah kasihku atas apa yang kau ajarkan kepadaku





3 comments:

nia mengatakan...

menghruhkan mz.so sad but nice shre

dodi mengatakan...

wow.mantp

shinta mengatakan...

ms abidx keren y

Posting Komentar

sampaikan unek-unekmu....!!!