Photobucket

Sabtu

Sirna Ilang Ing Kerthaning Bumi

         Kejayaan dan kehebatan sebuah bangsa akan selalu dikenang oleh sejarah, Indonesia yang dulu sering disebut orang sebagai nusantara pun pernah merasakannya. Sebuah Nusantara lama yang selalu menjadi negeri adidaya, mungkin dari awal sampai sekarang kita tahu, Nusantara adalah salah satu rahmat Tuhan yang diturunkan ke bumi, letaknya yang sangat strategis memainkan peran yang tidak kecil di belantara dunia ini. Laut yang menghasilkan bermacam – macam perhiasan dunia sampai dengan berbagai tanaman yang selalu menjadi tonggak duniapun ada.

Dari semua sejarah lika-liku Nusantara sepatutnya kita memang harus tau tentang nenek monyang bangsa ini, bukan untuk pamer wawasan tapi lebih untuk belajar bijak melalui sejarah, karena dengan sejarah kita akan tau tingkah pola orang-orang hebat dimasanya dan tentunya belajar mengimplementasikannya .
Dikala bathara Narada melakukan perjalanannya, dia melihat surga kecil di belahan bumi, surga kecil yang orang sebut saat ini sebagai “Nusantara”, dari abad ke abad nusantara mulai menampakkan citranya sebagai surga kecil. Jawadwipa yang menjadi sentral dari sebuah citra tak lekang dengan sejarah kehebatnnya.
Mulai dari Sriwijaya sampai ke Mataram, mereka dengan bijak mengelola nusantara ini, meskipun perebutan kekuasaan selalu menjadi bumbu-bumbu dalam menggapai kejayaan tapi semua itu terkelola dengan baik, orang-orang hebat selalu mewarnai nusantara ini.

Ken Arok dengan segala kecerdikannya telah berhasil menjadikan kota kecil Tumapel mejadi negara besar berupa Singosari, dengan segala kecerdikannya dia berhasil membawa Singosari menjadi negeri yang disegani, tak sebatas dari Jawa, daerah taklukan meleputi daerah Sunda sampai ke belahan laut timur (Malaka,Thailand sampai Kamboja,dll), sampai raja terakhir Singosari, Sri Kertanegara, melakukan “ekspansi dwipantra” dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan di luar Nusantara sampai ke kerajaan yang dilindungi Dinasti Yuan di Tiongkok  dibawah kekuasaan cucu Genghis kan, kubilai Khan abad ke 13 M.

Ekspansi yang dilakukan Kertanegara ini membuat murka Kubali Khan dan mengirim utusan ke Singosari untuk menyatakan bahwa Singosari harus takluk dibawah panji Kubilai Khan. namun dengan marah Sri Kertanegara memotong telinga utusan Kubilai Khan tersebut. Dari perseteruan dengan Kubilai Khan, Siongsari mendapat “rong-rongan” dari dalam negeri, mungkin sudah menjadi takdir dari sebuah kerajaan, perebutan kekuasaan harus disertai dengan pertumpahan darah. Ken Arok yang dulu mati ditangan Anusapati, anak dari Tunggul Ametung dan Ken Dedes, begitupula dengan  raja terakhir Singosari Sri Kertanegara dibunuh Jaya Katwang yang tak lain adalah besan dari Kertanegara sendiri dari kerajaan Gelang-gelang dengan mengalihkan kekuasaan di daerah Kediri, hal itu menjadi kisah heroik yang menjadi bumbu jual dari harga surge kecil ini.

Tuhan memang Maha Adil, menjadikan bumi ini sebagai roda yang selalu berputar. Abad ke 12–13 M Singosari yang menjadi Negara sentral lambat laun tergantikan perannya dengan sebuah daerah buangan kecil yang dipimpin menantu Kertajaya, dengan sebutan khasnya, Raden Wijaya membari nama dengan sebutan “Majapahit”. Ekspansi – ekspansi mulai dilakukan, dari daerah buangan sampai menjadi negeri yang menaklukan Singosari. Raden Wijaya, Ronggolawe dengan pamannya Lembu Sora berhasil membunuh Jaya Katwang dan memindahkan tampuk kekuasaannya untuk Majapahit.  Disinilah cikal bakal berdirinya sebutan “Nusantara”, dan Raden Wijaya disahkan menjadi Raja Majapahit dengan gelar abisekanya Sri Kertarajasa Jayawardhana.
Dari sini banyak muncul kisah heroik yang mewarnai Majapahit, mulai dari pemberontakan pertama yang dilakukan Ronggolawe adipati Tuban sampai ke pemberontakan terakhir Pati Nambi menjadi supplement hebat untuk selalu menguatkan Majapahit. Bisa dibilang saat itu, puncak kejayaan Majapahit saat dipimpin Hayam Wuruk dengan mahapatinya Gajah Mada. Saat itu Majapahit melakukan ekspansi besar-besaran dengan umbul-umbul khasnya “Merah Putih”  memulai penaklukan yang luar biasa.Gajah Mada dengan “Sumpah Palapa”nya yang akan menyatukan semua bagian nusantara dibawah kekuasaan Majapahit menjadi salah satu contoh tekat yang kuat untuk kita teladani.

Roda memang akan terus berputar.Sesudah mencapai puncaknya Majapahit berangsur-angsur mulai melemah, setelah sepeninggal Hayam Wuruk, Majapahit memasuki masa kemunduran akibat konflik perebutan tahta, Perang saudara yang disebut dengan “Perang Parareg” berlangsung cukup lama dan tampaknya perang saudara ini mengakibatkan  melemahnya kendali Majapahit atas daerah-daerah taklukannya di seberang. Majapahit dengan raja terkahirnya Brawijaya V  dengan abdi setianya Sabda Palon dan Nara Genggong berhasil ditaklukan anak brawijaya sendiri Raden Patah.

Di Abad 14 M Islam mulai memainkan peranan yang penting dengan berdirinya Demak Bintoro. Wali Songo yang menjadi sental Islam di Jawa menjadikan demak berhasil menguasai Majapahit, dengan penerapan segala aturan Islamnya setidaknya Jawa menjadi basis kuat angka penyebaran Islam di Nusantara, selama masih ada kerajaan selama itu pula akan ada pertumpahan darah dalam perebutannya. Demak yang gagah perkasa berhasil ditumpas oleh Jaka Tingkir dengan segala kisah heroiknya berhasil membawa Kesultanan Pajang menjadi adidaya di sekitar abad ke 15 M dengan bergelar Sultan Hadiwijaya.
Corak yang sama (Islam) dengan demak menjadikan pajang sebagai penerus perjuangan dalam penyebaran Islam di Nusantara. Dengan segala kebijakannya pajang menjadikan wilayahnya sebagai khe-khilafah-an kecil yang selalu menjadikan islam sebagai basis untuk melakukan ekspansi walau tidak sebesar ekspansi yang dilakukan Majapahit.
Dilain daerah berdiri Tanah Perdikan (tanah pemberian,baca) dari Sultan Hadiwijaya yang bertempat di sekitar Gunung Merapi, dengan segala kisah kemistikannya dan segala mitosnya, Ki Ageng Pemanahan menamai dearahnya dengan sebutan Mataram. ada hubungan kekerabatan antara pajang dengan mataram.pendiri pajang “Jaka Tingkir” berteman akrab dengan pendiri Mataram,Ki Ageng Pemanahan, ayah dari Raden Sutawiya,untuk bersama-sama dalam menghancurkan kekuasaan Demak saat itu, dan Raden Sutawijaya sendiri diangkat menjadi anak angkat penguasa pajang Sultan Hadiwijaya, dengan segala hubungan kekerabatan tersebut mataram merasa “enggan” untuk menaklukan Pajang. Sampai Saat sepeninggal Ki Ageng Pemanahan Mataram dijadikan negeri merdeka tanpa baying-banyang Pajang, sampai sepeninggal Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya, kesultanan Pajang mengalami “gonjang-ganjing” perebutan kekuasaan dari anak – anak Hadiwijaya, perebutan kekuasaan oleh Arya Panggiri dan Pangeran Benowo menjadi “kemelut hitam” di Pajang.

Raden Sutawijaya dengan segala kemistikannya berhasil membawah Pajang menjadi negeri taklukan dari Mataram. Entah apa yang terjadi saat itu, dari segala sumber sejarah kemistikan yang ada. Raja Mataram memang mempunyai bala bantuan “tak kasat mata”, dengan status Sutawijaya sebagai suami Nyi Roro Kidul memberikan suatu narasi mistik yang sulit dipercaya.
Mataram berhasil menjadi Negara yang besar, Sutawijaya diangkat menjadi raja dengan gelarnya “Panembahan Senopati”. Mataram tidak seperti halnya kerajaan-kerajaan lain sebelumnya yang mengandalkan laut sebagai pusat perdagangannya. Letaknya yang berada di lereng gunung Merapi menjadikan Mataram sebagai negara subur penghasil palawija dan rempah-rempah, bukan sebagai negara maritime karena Mataram diapit laut selatan yang mempunyai arus gelombang yang besar dan tidak memungkinkan Mataram membuat pelabuhan sebagai pusat perdagangan. Sampai beberapa abad lamanya Mataram Berjaya, dari raja ke raja sampai Sepeninggal Sultan Agung, raja Mataram dari Tahun 1613-1645 M, Mataram dipimpin Amangkurat I mengalami “gonjang-ganjing" kekuasaan, banyak pemberentokan disana -sini. Tercatat pemberontakan besar dilakukan oleh Trunojoyo, seorang bangsawan dari Madura.dari sinilah peran VOC mulai masuk, Amangkurat I mulai meminta bantuan dari VOC dan setali tiga uang VOC memainkan perannya untuk melakukan politik "Divide at empera"(politik memecah belah kekuasaan) .Kehancuran Mataram mulai terlihat saat pemerintahan Amangkurat II yang dinilai sangat patuh pada VOC sehingga kalangan istana banyak yang tidak puas dan pemberontakan terus terjadi . Berbeda dengan penguasa setalahnya Amangkurat III yang frontal sangat melawan VOC sehingga untuk terus menguasai dominasi kekuasaan VOC kapada Mataram, saat itu VOC dengan sekutunya dikalangan istana mulai memecah kekuasaan menjadi dua wilayah kekuasaannya.
Wilayah kasunanan Kartasura yang lambat laun menjadi kasultanan Surakarta dengan pimpinannya yang bergelar Pakubuwono dan wilayah kasultanan Yogyakarta  dengan pimpinannya yang bergelar  Hamengku Buwono. Mataram meninggalkan sejara kebudayaan yang sangat kental sampai saat ini, tapi terlepas dari itu semua. Matataram adalah tonggak berdirinya “Indonesia” dengan segala ceritanya.

Akan selalu ada masa sebuah kejayaan dan kehancuran dari sebuah negara, Majapahit yang dulu dikenal dengan negara super power hilang tak berbekas digantikan negara-negara kecil setelahnya. Seperti yang dikatakan Sabda Palon kepada Brawijaya V ,”Sirna Ilang Ing Kerthaning Bumi” (hilang musna diatas bumi). Mungkin yang dimaksut Sabda Palon adalah hilang Kewibaannya, hilang kejayaannya dan hilang kesejahteraannya . Tapi roda akan selalu berputar, Indonesia yang kini ilang ing kerthaning bumi suatu saat akan kembali dengan segala sejarah kehebatannya, entah apa bentuknya, yang jelas masa itu akan tiba, dan membawa nusantara ke dalam hakikat sesungguhnya “surga kecil” dari belahan bumi.

0 comments:

Posting Komentar

sampaikan unek-unekmu....!!!