Photobucket

Senin

Orde Baru Muncul Kembali



Di pinggir pembatas warna biru, terjejer gerobak-gerobak kecil jajanan khas pengganjal lapar. Dibalik fajar menyingsing, saya sempatkan singgah, barang sejenak melakukan sholat ashar di Masjid Manarul Ilmi. Rasa lapar yang memuncak membuat saya melirik gerobak kecil jajanan sebagai pengganjal makan malam, entah dari mana datangnya, terdengar suara nyaring tiupan peluit bak seorang opsir memberikan tanda baris berbaris kepada prajurit.

"Prit..Priiit..Priiiiiiiiiiit " Suara tuipan nyaring sosok seragam biru tua dengan kendaran motornya.

Tanpa tau apa maksut dari seruan peluit si bapak seragam itu, saya coba acuhkan tanda  nyaring peluit, mencoba melirik kembali hasrat berburu jajanan pentol dan segelas minuman es cincau.

"Pak beli es satu pak, minum sini ", kataku kepada bapak penjual es cincau
Terasa kurang afdhol jika saya tidak melirik gerobak sebelah yang berisi tumpukan-tumpuhkan pentol menggairahkan lidah dan sedikit mengisis lambung perut.
"Pak beli pentol pak" kataku kepada bapak penjual pentol
"Maaf mas, wes dikon mire karo Satuan Keamanan Kampus" kata bapak penjual pentol
(Maaf mas, sudah disuruh pergi sama Satuan Keamanan Kampus (SKK) ).

Baru saya sadari ternyata bunyi peluit itu adalah sebuah sinyal pengusiran kepada bapak-bapak penjual jajanan, tanpa mengghiruakn pembeli yang sangat dilanda kelaparan ini, bapak-bapak penjual itu memasang muka ketakutan, bergegas mengayunkan gerobak rodanya. Pak Budi (bukan nama sebenarnya) penjual pentol kurus, tinggi, memakai topi dan sandal jepit swallow tampak berbeda raut mukanya, sambil mengayunkan gerobak rodanya, lirih-lirih dengan nada gurauan berseloroh, " hayoo..hayoo..hayoo".

Pak Karto (bukan nama sebenarnya) SKK lari ke arah pak Budi dengan muka merah padam, seakan hendak bertemu penjajah yang merampas semua kekayaan harta bendanya. Sambil menarik keras kaos oblong pak Budi, dia berkata "Ngomong opo kowe, he ?" (Bicara apa kamu, he?) dengan menginjak-nginjakan kakinya di atas kaki tipis pak Budi.

" Ora pak, aku cumak ngomong hayo hayo tok, sumpah pak ! " (Tidak pak, saya cuma bicara hayo hayo, sumpah pak) kata pak Budi dengan muka tenang agak bercanda.
"Kowe ngentengno aku, dikandani bolak-balik ojo dodolan nang kene kok ndablek" (Kamu menyepelehkan saya, dibilangi terus-menerus jangan jualan diarea ini kok ngeyel) dengan muka semakin marah, dan semakin keras kakinya menginjak kaki tipis pak Budi.

Begitulah kira-kira adegan drama nyata tadi sore di Kampus Perjuangan, perasaan miris dan kesal saat itu melihat drama tersebut, entah karena akhir-akhir ini saya baca buku pergerakan dan revolusi yang mempunyai garis linear terhadap kesewenang-wenangan penguasa kepada kaum buruh, wong cilik atau karena tidak sempat menikmati jajanan pengganjal perut lapar itu, saya tidak tau. Yang jelas, apa yang pernah kita lihat, kita dengar tentang rezim diktator yang pernah memimpin Indonesia dalam kurun waktu 32 tahun itu serasa kembali lagi, sebuah rezim yang sering disebut orang sebagai Orde Baru.

Sebuah rezim yang ditandai dengan kesewenang-wenangan penguasa dalam memimpin, dengan segala cara, penguasa membungkam mulut para penentangnya. Hilang atau mati, adalah pilihan saat itu pagi para penentang. Salah satu yang krusial dalam pandangan politik kekuasaan Orde Baru adalah kehadiran aktor politik, yakni mantan Presiden Soeharto. Dalam pandangannya, Soeharto, sebagai politisi yang mempunyai otonomi mutlak, yang merupakan pelaku utama transformasi kesewenang-wenangan, model pemerintahan yang bersifat pribadi kepada yang lebih terinstitusionalisasikan. Sampai tingkat tertentu, indikator dari institusional ini adalah dominannya peran Soeharto. Hal ini berkorelasi dengan drama tadi sore, sebuah simbol kekuasaan yang dilakonkan oleh pak Karto, SKK dan simbol kemalaratan, kepasrahan wong cilik yang dilakonkan oleh pak Budi, penjual pentol keliling sungguh menjadi drama nyata yang miris dilihat. Entah siapa yang benar dan salah, saya tidak punya kuasa menilai hal itu.

Yang jelas kita sudah mempunyai pengalaman pahit selama 32 tahun itu, seharusnya seorang yang mempunyai kuasa melihat hal tersebut. Pak SKK melihat dari sudut pandang penyelamatan ketertiban kampus dengan pengendalian tata kelola lingkungan kampus, sedangkan pak penjual pentol hanya wong cilik, tidak mampu melihat tata kelola lingkungan yang dia tahu hanya bangaimana menempatkan gerobaknya ditempat strategis dengan harapan surplus konsumen sebesar-besarnya. Tapi yang harus menjadi garis bawah adalah tindakan penguasa dalam penyadaran wong cilik. bagaimanapun kekerasan bukan jalan yang terbaik, kita bukan berada pada sistem Marxis yang sebagaian besar kasus, satu-satunya cara untuk mendirikan sistem yang baik adalah melalui revolusi kekerasan. Tapi kita berada pada sisitem Republik yang mengedepankan asas demokratis -- apa saja bisa diomongkan atau dirundingkan dengan damai. 


Merumuskan sistem kelola yang ideal memang bukan sesuatu yang mudah, birokrasi kekuasaan bisa saja diformulasikan secara ideal, denga menyalin teori dan konsep dasar dari para ahli tentang administrasi birokrasi. Mengubah alam pikiran birokratis yang pernah berkembang selama 32 tahun itu memang sulit, sehingga mungkin masih saja membekas dalam pikiran pak Karto ini untuk tidak bisa membebaskan wilayah tata kelolanya dari intervensi kekuasaan, masa transisi yang sudah berlangsung ini masih ditandai oleh struktur birokrasi yang semena-mena. Baiklah, mungkin disini wong cilik memang ndablek -- karena memang sudah seharusnya watak mereka seperti itu, trauma akan sebuah nama "kepatuhan" yang dibalas dengan kesewenang-wenangan. Dan seharusnya para pemegang kuasa tahu akan hal itu. 

Silahkan bagi kalian menilai, yang jelas, disini saya sangat kecewa  karena tidak bisa menimati jajanan yang terlanjur memasuki ruang pengharapan rasa kenyang, dan hal itu yang mengakibatkan saya mulai mengembara kesana-kemari, mengurai benang lurus dari semua yang terjadi termasuk judul Orde Baru Muncul Kembali. Dan sepertinya saya sangat bersyukur akan drama tadi, setidaknya saya sadar, atau pura-pura sadar, bahwa pikiran yang kritis bisa timbul akibat rasa lapar.. ehehe.

0 comments:

Posting Komentar

sampaikan unek-unekmu....!!!